Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HANGAT menggairahkan, penuh vitalitas, dan menyala-nyala. Inilah tiga ciri umum flamenco (baca: flah mehng koh), sebuah tarian berakar pada kaum Gypsi di Andalusia, Spanyol Selatan. Sabtu pekan lalu sampai Senin pekan ini mereka tampil di Gedung Kesenian Jakarta. Rombongan tari yang datang itu menghidangkan flamenco kali ini, bernama Cumbre Flamenca, termasuk kelas terbaik yang memenuhi syarat pertunjukan berkelas internasional. "Terdiri dari seniman-seniman pilihan di negara kami," kata Atase Kebudayaan Kedutaan Spanyol Maria M. Padilla. Mereka sebagian lahir, tumbuh, dan berkembang dalam keluarga Gypsi. Contohnya La Chana, salah satu yang hadir di sini. Atas dukungan pamannya yang terkenal sebagai El Chano, ia memukau penonton sejak belia. Di masa dewasa, tur sepanjang Eropa, Jepang, dan Amerika Latin -- dan beroleh penghargaan "Laurel of Oro" dari Cili. Improvisasi dan perkusi diabolik kakinya luar biasa. Atau Cristobal Reyes yang lahir dari sebuah keluarga Gypsi di Cordoba. Pada 1987 ia jadi direktur artistik Madrid Tablao Zambo, dan dalam tahun ini juga tampil di New York bersama Harold Nicholas dalam "Flamenco -- Tap Dance". Andalus dan kaum Gypsi pada dasarnya merupakan lahan tempat terjadinya kristalisasi pelbagai unsur estetik kebudayaan dunia -- dari Hindi sampai nyanyian Gregorian, musik Bizantium, lalu ekspresi Moor dan Hebrew (Yahudi), di samping warna lokal kemudian melahirkan flamenco. Inilah idiom yang pada abad ke-18 dan ke-19 mulai menjadi kesenian profesional, disukai orang Andalusia dan menembus batas negara. Menurut Francisco Sanchez, direktur Cumbre Flamenca, kaum Gypsi merupakan bagian dari rombongan pendatang asal Punjab, masuk ke Spanyol pada 1425. Mereka menjadi Nasrani di bawah desakan pemerintah, ketika penguasa Kristen menyatukan seluruh Spanyol. Warna-warna asal dari pelbagai kebudayaan itu menjadikan flamenco memiliki banyak gaya ekspresi. Seperti tangos flamencos yang tak meledak-ledak itu, menampilkan sisi spiritual yang serius dari Andalusia. Konon, jenis yang meredam sensualitas ini akarnya Arab. Lalu ada martinetes, mewakili suasana pandai besi di hunian Gyspsi di Triana. Dengan dentingan palu dan desis asap, melompat spontan. MC
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo