Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

Hari Ini Wayang Potehi di Mal Ciputra Bidik Rekor MURI

Pertunjukan wayang khas Tionghoa itu akan digelar di Center Court Mal Ciputra Jakarta dari pukul 08.00 hingga 18.00.

27 Februari 2015 | 02.00 WIB

Wayang potehi. TEMPO/Subekti
Perbesar
Wayang potehi. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta – Dalam rangka Hari Raya Imlek, Mal Ciputra Jakarta kembali menggelar pertunjukan wayang potehi. Tak tanggung-tanggung, seni pertunjukan wayang khas Tionghoa itu bakal digelar pada Jumat, 27 Februari 2015, selama sepuluh jam, mulai pukul 08.00 hingga 18.00, di Center Court Mal Ciputra, Jakarta. Pertunjukan yang juga digelar untuk merayakan ulang tahun Mal Ciputra ke-22 ini bakal dicatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). 

Pertunjukan wayang potehi akan dibawakan dalang Sugiya Waluya Subur. Pria kelahiran Surabaya, 17 Mei 1962, ini mulai belajar menjadi dalang sejak 1986. Sampai saat ini dia sudah keliling Indonesia mempertunjukkan kepiawaiannya sebagai dalang wayang potehi. Pada Agustus 2014, ia juga sempat tampil di Tokyo dan Yokohama, Jepang. 

Selain mencoba memecahkan rekor selama sepuluh jam, pria yang akrab disapa Subur ini juga tampil menghibur pengunjung mal setiap hari sejak 11 Februari hingga 1 Maret 2015 setiap pukul 13.00, 15.00, dan 19.00.

Wayang potehi merupakan salah satu jenis wayang khas Tionghoa yang berasal dari Cina bagian selatan. Potehi berasal dari kata poo (kain), tay (kantong), dan hie (wayang). Wayang potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya seperti wayang jenis lain.

Menurut sejarah, diperkirakan jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song (960-1279). Wayang potehi masuk ke Indonesia (dulu Nusantara) melalui orang-orang Tionghoa yang masuk ke Nusantara pada sekitar abad 16-19. 

Bukan sekadar seni pertunjukan, wayang potehi bagi etnik Tionghoa memiliki fungsi sosial serta ritual. Tidak berbeda dengan wayang-wayang lain di Indonesia, beberapa lakon yang sering dibawakan dalam wayang potehi adalah Si Jin Kui (Ceng Tang dan Ceng Se), Hong Kiam Chun Chiu, Cu Hun Cau Kok, Lo Thong Sau Pak, dan Pnui Si Giok. Setiap wayang bisa dimainkan untuk pelbagai karakter, kecuali Koan Kong, Utti Kiong, dan Thia Kau Kim—yang warna mukanya tidak bisa berubah.

Pada masa masuknya pertama kali di Indonesia, wayang potehi dimainkan dalam bahasa Hokkian. Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini kemudian juga dimainkan dalam bahasa Indonesia. Kini, banyak dalang wayang potehi yang bukan dari peranakan Tionghoa, tetapi dari suku lain seperti Jawa.

NUNUY NURHAYATI


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nunuy Nurhayati

Nunuy Nurhayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus