SEBAGAI negeri multikultur yang mempersoalkan identitasnya, Kanada adalah negara yang punya perhatian pada kesenian non-Barat. Studi Asia, termasuk studi Indonesia, persoalan yang selalu aktual. Di University of Victoria di (kota) British Columbia, misalnya, dikaji dengan tetap, seni rupa Indonesia kontemporer. Dengan latar belakang seperti itu desainer Kanada David Trevelyan tertarik untuk berkarya di Bali. Tahun 1990 lulusan Alberta College of the Arts, British Columbia, itu bertemu dengan pematung Ida Bagus Oka. Mereka kemudian memutuskan untuk membuat karya bersama. Sekitar 40 buah karya, hasil kerja sama Trevelyan-Oka selama setahun, pekan lalu dipamerkan di Graha Gallery, Warung Buncit, Jakarta. Sebagian karya bersama mereka menarik karena tidak biasa menurut ukuran seni rupa kontemporer, maupun seni rupa Bali. Karya-karya mereka merupakan pengembangan bentuk relief berukuran rata-rata satu meter. Dipamerkan dengan digantung di dinding, diperkaya dengan berbagai elemen (lempengan kayu kecil-kecil, batu cincin, rambut kuda, kerang) yang dikonstruksikan, digantung dengan benang atau ditempel. Sebagian besar berangkat dari memanfaatkan bentuk kayu yang tidak beraturan, bagian dari akar kayu atau batang yang bercabang-cabang. Dengan kecenderungan mengolah sifat kayu ini Ida Bagus Oka mengeksplorasi struktur bentuk. Kecenderungan ini sudah sejak lama dikenal dalam perkembangan seni patung Bali. Namun penjelajahan bentuk Oka, yang tentunya membawa citra Trevelyan, tidak mengacu ke deformasi bentuk manusia seperti biasanya. Karya-karya Trevelyan-Oka didominasi bentuk-bentuk abstrak atau semi-abstrak. Perhitungan yang melahirkan bentuk abstrak ini agaknya bagian Trevelyan dalam kerja sama Trevelyan-Oka. Terlihat sebagai sentuhan desain: susunan rongga kayu, plastisitas permukaan, hubungan bentuk yang dibuat dengan rancangan. Rancangan adalah kunci kerja sama Trevelyan-Oka. Keseimbangan karya bersama mereka bergantung pada seberapa jauh desain Trevelyan di atas kertas masih membuka peluang kerja sama. Eksplorasi bisa terjadi justru bila desain yang dibuatnya tidak selesai. Karya berjudul Hey Boss terkesan sebagai hasil desain yang selesai di atas kertas. Dalam pengolahan karya ini Oka barangkali cuma pelaksana. Karya ini memperlihatkan permainan bentuk (rongga dan plastisitas) yang sudah sangat umum dikenal dalam desain dan seni patung: ada bentuk memanjang yang meliuk, membentuk ruang, melebar menyajikan lipatan plastis. Karya ini hanya enak dipandang. Tak menunjukkan eksplorasi yang berarti. Hal yang sama terlihat pada Macet. Susunan partikel-partikel yang rumit dalam karya ini, tidak bisa tidak, dirancang di atas kertas. Karya ini sebuah produk desain yang tentu bukannya tidak menarik. Pengolahan yang berimbang terlihat pada karya-karya, Oceanific, When Boys Meets Girls, dan Dancing in the Rainwood. Struktur ketiga karya ini terlihat mengikuti bentuk dasar kayu. Permainan bentuknya, yang menunjukkan kecermatan desain, tidak seluruhnya hasil rancangan. Alur lempengan tipis yang lahir dari keterampilan memahat menghasilkan lekukan-lekukan tak terduga, yang mustahil dirancang di atas kertas. Berbagai gagasan bentuk yang tampil pada karya-karya ini terasa merupakan hasil dialog dan imajinasi Trevelyan-Oka yang lahir dari pengolahan kayu. Bentuk abstrak, semi-abstrak hasil dialog itu sebuah kemungkinan menarik bagi seni rupa Bali. Selama ini banyak penemuan teknik memahat di Bali yang tidak berlanjut ke penemuan bentuk. Misalnya teknik memahat lempengan daun pisang yang berakhir hanya pada pembuatan patung pohon pisang. Pengolahan akar kayu yang cuma menyajikan tumpukan wujud-wujud aneh (disebut-sebut patung humor atau patung surealistis). Deformasi bentuk di sini tidak terkendali karena elemen-elemennya yang riuh saling bertabrakan. Dalam perkembangan seni patung Bali, penemuan deformasi bentuk yang unggul bukannya tak ada. Terjadi ketika pematung Ida Bagus Nyana merintis pengolahan struktur kayu di tahun 1940-an. Dari bungkahan kayu, Nyana menemukan bentuk monolit yang vital, dan dari kayu yang memanjang ia menemukan bentuk ruang transparan. Bisakah Trevelyan dan Oka menawarkan penemuan bagi seni rupa Bali? Masih tanda tanya. Karya-karya percobaan mereka masih sangat beragam. Sejumlah di antaranya, sekadar mengolah ornamen seni rupa etnik. Kecuali nilai komersial, karya-karya ini tak menawarkan apa-apa. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini