Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DONO, Kasino, Indro, mengendarai sepeda dan tiba di pantai. Dua
orang cewek cantik berpakaian renang berjalan mendekat. Sambil
terus mengayuh sepeda, mereka melengos, menghindari pemandangan
"mesum" itu.
Tapi apa lacur, seekor kerbau yang sedang merumput luput dari
pandangan mereka. Tabrakan pun tak terhindarkan, dan ketiganya
jatuh terpelanting dari sepeda. Lalu nyeletuklah salah seorang
di antara trio itu: "Cewek mulus lu singkirin, eh, pantat kebo
dimakan!" Penonton pun gerrr.
Tawa, memang sering terdengar selama pemutaran film Maju Kena
Mundur Kena (MKMK) yang bercerita tentang mahasiswa pondokan
yang nyambi di bengkel dan jatuh hati pada cewek cantik. Dalam
film terakhir dari Warkop Prambors itu, yang diputar pada bulan
puasa dan Lebaran tempo hari, ternyata menyabet sukses luar
biasa. Film ini mampu bercokol sebulan lebih di bioskop kelas
atas dan menengah di Jakarta. Dan menurut catatan PT Perfin
(Peredaran Film Indonesia), MKMK selama masa putar itu berhasil
menyedot penonton hampir 700 ribu orang.
Ini sebuah rekor baru. Film komedi yang dibintangi tiga orang
"pelawak kampus" itu, menurut Asisten Pengembangan Pemasaran
Perfin Chaidir Rahman, "mampu mengalahkan film jenis lain
seperti, drama, sejarah, dan percintaan.
Film Di Balik Kelambu, yang meraih enam Piala Citra dalam FFI
1983, misalnya, hanya mampu mengumpulkan sekitar 250 ribu
penonton. Film Sangkuriang menyedot 190 ribu, sedangkan film
sejarah R.A. Kartini, yang dibintangi Yenny Rahman, hanya mampu
menarik sekitar 112 ribu pembeli karcis.
Sukses MKMK, menurut Indro, "tak lain karena kami betul-betul
kerja keras dalam pembuatannya." Setiap adegan atau kelucuan
yang hendak dimunculkan, selalu didiskusikan secara matang
dengan sutradara Arizal. Kerinduan penggemar, karena Warkop
jarang muncul di panggung maupun tv, menurut Chaidir, turut
memberi andil dalam membanjirnya penonton ke gedung bioskop.
Mengapa penonton menyukai trio pelawak Warkop Prambors? "Saya
nggak tahu lucunya di mana. Tapi kalau nonton Warkop, sampai di
rumah saya masih bisa tertawa," komentar seorang penonton yang
mengaku nonton MKMK sampai dua kali di bioskop Tawang, Jakarta
Pusat.
"Saya kira karena adegan-adegan dalam film MKMK memang lucu, dan
juga tampang-tampang pelakunya khas. Ceritanya sendiri ringan,
tapi setiap menit kita dibuatnya tertawa," sela penonton lain.
Seorang mahasiswa melihat gelitikan trio Dono-Kasino-Indro pas
dikarenakan mereka memainkan dunianya sendiri. Kelucuan yang
dibuat, sesuai dengan dunia mereka yang sudah menjadi trade
mark, yaitu dunia anak muda atau mahasiswa. Kalau mereka nanti
main sebagai bos atau jadi penjahat, mungkin tidak lucu lagi,"
katanya. Dono dan Kasino adalah alumni fakultas ilmu sosial dan
politik Universitas Indonesia, sedang Indro adalah mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, Jakarta.
Dari segi banyolan yang ditampilkan, seperti diakui Dono dan
kawan-kawan, sebenarnya hampir tak ada yang baru. Bahkan menurut
Indro, film IQ Jongkok, yang beredar Mei 1982, sebenarnya lebih
lucu. Tapi film tersebut cuma ditonton sekitar 200 ribu orang.
Sebaliknya MKMK yang mereka nilai kurang lucu, "Eh, malah laku,"
komentar Kasino. Terus terang diakui bahwa apa yang disebut
lucu, resepnya belum ketahuan. "Ukuran relatif sekali,"
sambungnya.
Namun untuk membuat penonton tertawa, mereka tidak mengandalkan
senjata dialog. Soalnya, kata Dono, dialog mempunyai kelemahan.
"Penonton sering tidak bisa menangkap," katanya. Mereka tampak
belajar dari film Mana Tahan, yang di Jakarta dan kota-kota lain
meledak, namun tak begitu digemari di luar Jawa. Soalnya, karena
faktor bahasa. Antara lain, seringnya dipakai dialek Betawi.
Di samping itu mereka juga menimba ide lawakan dari pemunculan
di panggung. Banyolan yang mengundang tawa panjang penonton,
otomatis mereka angkat ke layar putih.
Meski mungkin kurang komunikatif, film-film Warkop umumnya masuk
box office -- dalam arti ditonton oleh lebih dari 100 ribu
orang. Chips, misalnya, menyedot hampir 500.000 penonton. Sedang
Pintar-Pintar Bodoh, film terlaris tahun 1981, menggaet 475 ribu
orang.
Tak heran bila Dono-Kasino-Indro kini makin diincar produser.
Sampai tahun 1984 mereka sudah teken kontrak untuk beberapa
film. Honornya, sudah tentu, tinggi. Dari MKMK, yang diproduksi
Parkit Film kabarnya mereka mendapat bayaran Rp 80 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo