Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAZZ lagi laris. Buktinya, meski publikasi tak gencar, Balai
Sidang Senayan nyaris penuh waktu acara 'Jazz Jazz Jazz 81',
akhir bulan lalu.
Memang, sepertinya peminat jazz -- khususnya di Jakarta -- bisa
dibilang bertambah. Kaset musik jenis ini laris terjual.
Pertunjukannya di berbagai tempat dilimpahi pengunjung.
Pertengahan bulan lalu misalnya, Abadi Soesman yang nongol di
Pasar Seni Ancol, mendapat penonton penuh sesak. Tapi bisa saja
itu semua hanya hura-hura dari suatu mode. Dan itu tak bisa
disembunyikan -- paling tidak dalam acara 'Jazz 81' itu, yang
diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Sipil FT-UI.
Malam itu penonton terus gaduh sementara Ireng Maulana dan
kawan-kawannya Embong, Maryono, Benny Mustafa, Benny Likumahua,
Kibou Maulana, Abadi Soesman, Dullah, Totok, Udinsyah, Hendra
Widjaja) begitu bersungguh-sungguh menyajikan musiknya. Antara
panggung dengan penonton agaknya masih terentang jarak apresiasi
yang lebar.
Hanya pada beberapa nomor populer, sambutan bisa riuh. Misalnya
ketika penyanyi jangkung kribo Jacky membawakan Spain dan Take
Five versi Al Jarreau -- grup jazz dari Amerika Serikat yang
kini sangat digandrungi di sini, yang memang sangat istimewa
vokalnya. Spain-nya bahkan sudah merupakan semacam 'lagu wajib',
untuk diperdengarkan dalam setiap pementasan jazz. Dan Jacky
ternyata peniru yang baik.
Lucu
Tapi baiklah, ada jarak apresiasi atau tidak, para senimannya
sendiri tetap bersungguh-sungguh. Margie Siegers antara lain
menyanyikan To Love Somebody. Dengan lucu ia kemudian
menyisipkan sepenggal Jangan Kau Sakiti Hatinya. Penonton
berseru-seru. Dan ketika tangannya sibuk mengusap-usap
'belakang'nya, penonton tertawa. Lebih dari itu, perempuan yang
mengenakan rok hitam ketat itu masih seperti dulu penyanyi jazz
yang fasih.
Tampil juga Yessy Robot dan Louise Hutauruk. Dan Broery
Pesolima, dengan penguasaan vokal yang prima, mengalir
menghentak dan melompat-lompat di pentas. Seperti monyet yang
girang. Seluruh tubuhnya, gerakannya seakan merupakan bagian
dari melodi. Ia tak sekedar menyanyi. Ia menjelma menjadi musik
itu sendiri. My Way, meluncur dari seluruh tubuhnya. Dan Broery
sempat mengoceh mengecam penonton yang gaduh -- dalam bahasa
Inggris -- tanpa kehilangan keasyikan irama yang terus
mengepungnya.
Permainan instrumen secara solo atau duet pun terasa hangat.
Klarinet solo Maryono pada nomor Memories of You atau duet flute
Maryono dan Embong pada nomor Deep Purple, misalnya. Yang
terakhir itu memang peniup flute yang piawai.
Secara teknis para musisi jazz kita nampaknya sudah trampil
benar. Mereka pun pandai menirukan seluruh bunyi yang telah
dihasilkan musikus jazz mancanegara, termasuk Hubert Laws & Earl
Klugh, Lee Ritenouir, Sadao Watanabe, Stanley Clark. Bahkan dua
nomor dixie yang mereka mainkan -- dengan banjo di tangan Ireng
-- begitu mengesankan dan merangsang.
Agaknya tinggal selangkah lagi: sudah saatnya mereka menciptakan
sendiri musik yang sudah mereka akrabi bertahun-tahun itu, agar
tak hanya memainkan punya orang. Satu dua nama memang sudah
terdengar mencoba, meski hanya dari sisinya yang paling ringan:
jazz pop.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo