TEMPO.CO, Pekanbaru - Seorang bocah perempuan yang dituntun ibunya menghentikan langkah di pintu kedatangan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau. Matanya tertuju pada huruf raksasa yang tertancap di taman bandara yang kian cantik dan tambah megah sejak menjelang dimulainya Pekan Olahraga Nasional ke-18: Sultan Syarif Kasim II International Airport.
"Bunda, kata ibu guru, Sultan Syarif Kasim II adalah pahlawan nasional Indonesia dari Riau," kata sang bocah. Bundanya mengangguk dengan bibir tersenyum, lantas mengajak anaknya segera bergegas masuk terminal keberangkatan.
Bagi masyarakat Riau, nama Sultan Syarif Kasim II sudah tertanam sejak mereka belia. Mereka amat menghormati dan menjadikannya sebagai cerita sejarah maupun legenda yang termasyhur. "Sebagai sultan, Syarif Kasim II mengabdikan hidup dan keratonnya secara total untuk bangsa, negara, dan rakyatnya," kata Ketua Lembaga Adat Kebudayaan Riau, Al-Azhar kepada Tempo, Ahad, 9 September 2012.
Keputusan berani untuk bergabung ke dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia pada 1945 membuatnya layak menjadi pahlawan nasional. Memang, begitu Indonesia memproklamirkan kemerdekaan yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta, para raja-raja di kepulauan Nusantara memutuskan tunduk pada kekuasaan Republik Indonesia.
Untuk menunjukkan kesetiaannya kepada Republik Indonesia, usai proklamasi, Sultan Syarif Kasim II bertolak ke Yogyakarta, menemui Bung Karno. Di hadapan Bung Karno itulah, Syarif Kasim II mengutarakan ikrarnya untuk tunduk pada kekuasaan Republik Indonesia. Sebagai tanda mahar, sekaligus untuk membantu mempertahankan perjuangan kemerdekaan, Sultan Syarif Kasim II memberikan sumbangan berupa uang bagi pemerintahan Republik Indonesia sebesar 13 Juta Gulden."Selain uang, juga perhiasan, semua untuk perjuangan Republik," ujar Al-Azhar.
Sultan Syarif Kasim II dilahirkan di Siak pada tanggal 1 Desember 1893. Setelah ayahnya, Sultan Assyaidin Hasyim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat pada 1908, Syarif Kasim II dinobatkan sebagai sultan ketika usianya masih 16 tahun. Namun, karena belum cukup umur dan tengah menempuh pendidikan di Batavia, Syarif Kasim II dinobatkan sebagai Sultan Kerajaan Siak Indrapura pada 13 Maret 1915 dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin.
Di bawah kepemimpinan Sultan Syarif Kasim II, Siak menjadi ancaman bagi Pemerintah Hindia Belanda. Soalnya, dia secara terang-terangan menunjukkan penentangannya terhadap penjajahan. Dengan lantangnya, Syarif Kasim II menolak Sri Ratu Belanda sebagai pemimpin tertinggi para raja di kepulauan Nusantara, termasuk Siak.
Sultan yang amat menyadari pentingnya pendidikan sebagai tonggak bagi perubahan suatu kaum, mencoba mencerdaskan rakyatnya dengan mendirikan sekolah-sekolah di Siak. Putra-putri Siak yang cerdas dan berprestasi, mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan ke Medan dan Batavia.
Itu sebabnya, kata Al-Azhar, kalau pada perkembangannya Riau melahirkan banyak ilmuwan, cerdik cendekia, ulama, dan budayawan, salah satunya berkat jasa Sultan Syarif Kasim II.
Namanya kini diabadikan pada tempat yang amat strategis, yakni bandar udara kebanggaan Riau, pada 2000. Nama Sultan Syarif Kasim II menggantikan nama bandara sebelumnya, Bandara Simpang Tiga.
"Dengan cara ini, generasi penerus Riau akan mencontoh tauladannya," kata Al-Azhar. Seperti halnya anak Riau, yang terhenti sejenak saat melihat nama sang sultan, sebelum memasuki bandara kebanggaan masyarakat Riau itu.
ALI ANWAR | JUPERNALIS SAMOSIR
Berita:
Jalan Nusantara Depok Ditutup Hingga Besok
Korban Ledakan Dipindah ke RS Polri Kramat Jati
Polisi Periksa 6 Saksi Ledakan Bom di Depok
Polisi Temukan Senjata dan Bom Aktif di Depok
Ada 5 Tamu Sebelum Rumah di Depok Meledak