TEMPO.CO, Sidoarjo - Sebanyak 23 perusahaan yang menjadi korban luapan lumpur Lapindo menuntut pemerintah pusat segera mengambil alih pembayaran ganti rugi mereka. Tujuh tahun sejak lumpur meluap, ganti rugi kepada perusahaan yang pabriknya ditelan lumpur belum diberikan oleh PT Lapindo Brantas maupun juru bayarnya, PT Minarak Lapindo Jaya.
Perusahaan-perusahaan tersebut mengharapkan pemerintah menutup ongkos pembayaran ganti rugi dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tuntutan ini disampaikan terkait dengan rencana revisi Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007.
“Kami berharap pemerintah pusat segera memasukkan mekanisme pembayaran ganti rugi kepada pengusaha lewat anggaran negara,” kata pemilik PT Ardaya Jasa yang juga korban Lapindo, Tikno Santoso, di sela-sela rapat dengar pendapat bersama Panitia Khusus Lumpur Lapindo DPRD Sidoarjo, Senin, 25 Februari 2013.
Pasalnya, menurut Tikno, sejak luapan lumpur terjadi pada Mei 2006 silam, Minarak Lapindo hanya membayar dua kali angsuran sebesar 20 persen dan 10 persen dari total nilai aset. "Kami ini sudah cukup sabar dan bersedia menanggung rugi secara business to business dengan Minarak Lapindo, tapi hingga kini belum ada niat baik untuk melunasi," katanya.
Ketua Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo, S.H Ritonga, menuturkan pembayaran sisa ganti rugi oleh Minarak Lapindo tak mungkin diharapkan lagi. Ia berharap pemerintah pusat mengakomodasi keinginan para pengusaha yang telah lama menunggu tanpa kepastian.
DIANANTA P. SUMEDI
Berita Bisnis Terpopuler:
Kepailitan Batavia Air Dinilai Mencurigakan
Maju-Mundur Melego VIVA
BNI Siapkan Kawasan Industri untuk Investor Jepang
Asing Masih Mendominasi Bursa
Pergerakan Rupiah Belum Aman