Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Korban Meikarta Idris Achmad menceritakan kisahnya. Ia membeli tiga unit apartemen Meikarta untuk diwariskan ke ketiga anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembelian itu dilakukan Idris pada 14 November 2017 silam. Pembelian dilakukan dengan cara mencicil atau KPA (kredit pembelian apartemen).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya beli 3 unit memang untuk diwariskan pada 3 anak saya saat itu. Saya membeli saat mereka melakukan launching atau promosi di kota saya di Kota Serang," kata Idris di depan Komisi VI DPR RI, Rabu, 18 Januari 2023.
Dia melanjutkan pada saat ia membeli tiga unit apartemen itu dalam Pesanan, Penegasan dan Persetujuan Pemesanan Unit (P3U) tertulis akan di-hand over 30 November 2019.
Pada 2019, dia pun menanyakan kapan unitnya dibangun. Pada 2018, sebenarnya sudah ada permasalahan perizinan Meikarta.
"Tapi, saat itu saya masih berkeyakinan ini pengembang besar, maka saya yakin pasti di-hand over," tuturnya.
Akhirnya pada April 2019, karena unitnya belum diserahterimakan, dia pun dipindahkan ke tower lain, yakni ke 56010 dengan luasan yang setara.
"Nah saat itu 2019, saya hanya melakukan cicilan, tidak ada tambahan DP. Nah, di P3U April 2019, unit 56010 dijanjikan akan di-hand over-kan di tanggal 30 November 2020," ujar Idris.
Dia melanjutkan, pada 2020 belum diserahterimakan. Dia pun masih yakin bahwa pengembang besar tidak akan ingkar.
Selanjutnya: Mulai bertanya langsung ke Meikarta
Pada 2021 Idris mulai bergerak mempertanyakan sendiri ke Meikarta melalui email, WhatsApp (WA), atau telepon. Akhirnya, pada 18 Desember 2021 dia mendatangi pihak Meikarta.
Dia pun meminta secara tertulis kapan unitnya dipindahkan. "Hingga April 2021 belum ada kepastian juga. Saya sudah marah, mungkin perasaan saya juga dirasakan pembeli lainnya karena sudah investasi banyak," ungkap Idris.
Kemudian Idris ditawarkan relokasi ke Distrik 1 pada Februari 2022 dan dijanjikan akan hand over pada Mei 2022. Menurut Idris, di Distrik 1 sudah ada unitnya.
"Pada saat relokasi di Februari 2022 saya sudah membayarkan sekitar Rp 546 juta. Tetapi, unit yang direlokasi ini dihitung sebagai unit baru dengan harga baru. Jumlah uang yang saya setorkan hanya dihargai Rp 354 juta sekian atau lebih kurang saya rugi sudah hampir Rp 200 juta," tuturnya.
Idris menjelaskan pada saat relokasi dirinya meminta unit yang sama karena tujuannya untuk diwariskan. Tetapi, kata dia, karena memang di Distrik 1 tidak ada unit sama.
"Saya akhirnya memilih unit yang lebih besar. Tapi, dari total luas 3 unit menjadi 1 unit lebih kecil. Saya 3 unit itu masing-masing 37,5 m2 sementara unit 1 hanya 71 m2," tuturnya.
Dia pun membeberkan alasannya. Dia ingin unitnya tersedia dan menurutnya uangnya tidak bisa kembali. "Konsekuensi Rp200 juta itu saya ambil. Kenapa? Pada dasarnya keluarga saya itu resah, kita terus mencicil kemudian barangnya tidak ada," papar Idris.
Tetapi, kata dia, hingga Mei atau saat dijanjikan itu tidak ada serah terima. Bahkan, hingga 28 November 2022 juga tidak ada. Dia pun bersurat dan menyatakan enggan membayar cicilan.
"Nah, saya setop mencicil. Tapi, hingga saat ini Bank Nobu selalu melakukan penagihan via WA, SMS, maupun email dan ada sedikit ancaman. Jadi, kalau saya tidak melakukan pencicilan, mereka akan melakukan warning, BI checking, sehingga saya tidak bisa lagi melakukan kredit di bank," tuturnya.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.