Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menemukan adanya maladministrasi dalam pelayanan pertanahan di Ibu Kota Negara (IKN). Imbasnya, administrasi tanah di IKN menjadi berantakan dan merugikan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini terungkap setelah Ombudsman melakukan investigasi pasca terbitnya Surat Edaran (SE) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan nasional (ATR/BPN) tentang Pembatasan Penerbitan dan Pengalihan Hak Atas Tanah di IKN. Adapun, temuan-temuan ombudsman soal administrasi tanah di IKN yang berantakan adalah sebagai berikut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Penghentian Layanan Pertanahan
Ombudsman menemukan maladministrasi yang menyebabkan administrasi tanah di IKN berantakan disebabkan karena penghentian layanan pertanahan pada permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah di semua kantor wilayah dan kantor pertanahan di IKN. Sehingga, surat keterangan atas penguasaan kepemilikan tanah di daerah delineasi IKN tidak diterbitkan.
Dadan mengungkap, SE yang beredar menyebabkan kesimpangsiuran bagi petugas di beberapa kantor pertanahan di IKN. "Terjadi penghentian pelayanan di seluruh kantor pertanahan karena ada kesimpangsiuran bagi para petugas," ujar Dadan saat ditemui di kantornya, Jakarta Selatan pada Kamis, 27 Juli 2023.
2. Layanan Terhenti Di Daerah yang Tidak Termasuk Delineasi IKN
Dadan mengatakan petugas kanwil dan kantah menghentikan layanan karena ada keraguan soal batas wilayah IKN. Sebab terdapat lokasi yang tidak termasuk daerah delineasi IKN tetapi terdampak penghentian layanan pendaftaran tanah layanan pendaftaran penerbitan surat keterangan penguasaan atau kepemilikan tanah.
Rendahnya perlindungan hukum bagi masyarakat dari mafia tanah
Menurut Dadan, keadaan ini menyebabkan rendahnya perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap tindakan mafia tanah, terutama masyarakat yang sebenarnya memiliki hak atas tanah tetapi tidak memiliki dokumen yang mengakui kepemilikan mereka.
Sebagai tanggapan atas masalah ini, Ombudsman telah menetapkan batas waktu bagi pemerintah selama 30 hari, dimulai dari tanggal 27 Juli 2023, agar dapat mengembangkan rencana yang lebih komprehensif. Ombudsman menekankan pentingnya pemerintah untuk setidaknya merancang langkah-langkah perbaikan dalam regulasi pertanahan di wilayah yang disebut sebagai IKN.
2. Perluasan Lingkup Pengaturan
Sementara SE dari Kementerian ATR/BPN dinilai telah memperluas lingkup pengaturan. SE tersebut tidak hanya mengatur pengendalian peralihan hak atas tanah, tetapi juga mengenai pembatasan layanan penerbitan surat keterangan mengenai penguasaan dan pemilikan tanah di kecamatan dan desa setempat. Serta penghentian pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di kantor pertanahan setempat.
Alhasil, tak hanya pengendalian peralihan hak atas tanah, tetapi terjadi pembatasan layanan penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanpa di kecamatan dan desa setempat. Serta penghentian pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di kantor pertanahan setempat.
3. SE Bertentangan Dengan Perpres
Seperti yang telah dijelaskan, SE dari Kementerian ATR/BPN tidak hanya mengatur pengendalian peralihan hak atas tanah, tapi juga mencakup pembatasan layanan penerbitan surat keterangan mengenai penguasaan dan pemilikan tanah di kecamatan dan desa setempat. Selain itu, SE juga menghentikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali di kantor pertanahan setempat.
Penerapan SE bernomor 3/SE-400. HR.02/II/2022 tersebut juga dianggap tidak selaras dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 tahun 2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan di IKN. Dalam beleid ini, peraturan yang ada berfokus pada pengendalian peralihan hak atas tanah.
Status Tanah Tumpang Tindih
4. Status Tanah Tumpang Tindih
Ombudsman juga menemukan bahwa terdapat status tanah yang masih saling bertumpang tindih dengan pemerintah daerah, meskipun pemerintah telah menetapkan sembilan rencana detail tata ruang (RDTR) untuk Kawasan Strategis Ibu Kota Negara (IKN). Menurut Dadan, beberapa desa mengalami situasi di mana sebagian wilayahnya termasuk dalam kawasan IKN dan sebagian lagi berada di luar delineasi yang telah ditetapkan. Dampaknya, terjadi tumpang tindih kewenangan antara Otorita IKN dan Pemerintah Daerah terkait pengaturan dan pengelolaan tanah di wilayah tersebut.
"Jangan sampai ada kecamatan atau desa di bawah kabupaten, tapi wilayahnya juga ada yang masuk IKN. Masa di desa itu ada dua otoritas, akhirnya tumpang tindih kewenangan," ujar Dadan saat ditemui di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Kamis, 27 Juli 2023.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk memperjelas seluruh wilayah Kawasan Strategis Ibu Kota Negara (IKN) sebelum ibu kota baru ini benar-benar terbentuk. Jika tidak, ia memperkirakan akan timbul permasalahan di wilayah yang berbatasan dengan wilayah administratif IKN yang belum terdefinisi dengan baik.
RIZKI DEWI AYU | RIANI SANUSI PUTRI