Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Inflasi AS Tekan Ekspor RI, Berikut Alternatif Negara Lain Versi Ekonom

Mohammad Faisal berujar meski inflasi Amerika Serikat membuat ekspor Indonesia ke negara itu lesu, masih banyak alternatif negara lain untuk tujuan ekspor.

24 Juli 2022 | 16.50 WIB

Ilustrasi kapal pengangkut peti kemas ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Ilustrasi kapal pengangkut peti kemas ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal berujar meski inflasi Amerika Serikat membuat ekspor Indonesia ke negara itu lesu, masih banyak alternatif negara lain untuk tujuan ekspor. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Alternatif negara lain sebetulnya banyak. Yang tradisional selain Amerika yang terbesar itu Cina. Selain itu ada Eropa, India, Jepang, ASEAN juga besar," tuturnya saat dihubungi Tempo, Ahad 24 Juli 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, pemerintah semestinya mestinya mendiversifikasi negara-negara tujuan ekspor, khususnya ke negara yang non-tradisional atau negara yang belum banyak dieksplor peluang ekspornya. Seperti, negara-negara Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin. 

Selain mendiversifikasi negara tujuan, Faisal mengatakan tugas yang menanti pemerintah saat ini adalah menjajaki negara alternatif itu. Kemudian mempersiapkan pelaku ekspor menghadapi transisi, dari yang sebelumnya ekspor ke Amerika menjadi ke negara-negara tersebut. 

Adapun Faisal memprediksi situasi ini tidak akan terlalu mengganggu neraca perdagangan Indonesia. Ia meyakini neraca perdagangan Indonesia akan tetap surplus semester kedua. Hanya saja, kata dia, nilai surplusnya menyempit lantaran sudah sejalan dengan proyeksi perlambatan ekonomi global, dan inflasi.

Faktor-faktor itu menurutnya sudah pasti menurunkan pertumbuhan permintaan negara-negara terutama negara maju. Misalnya, permintaan Amerika terhadap produk-produk impor termasuk dari Indonesia

Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) di Amerika Serikat memang sudah berdampak pada pelaku usaha di Indonesia. 

"Banyak pelaku usaha mulai terdampak dan bersiap mengurangi kapasitas produksi serta pembelian bahan baku," tuturnya kepada Tempo, Ahad, 24 Juli 2022. 

Daftar Industri RI Korban Inflasi AS

Menurut Bhima, sektor industri yang paling terkena dampak dari inflasi Amerika adalah sektor elektronik, otomotif, pakaian jadi, kimia farmasi. Sektor tersebut akan paling tertelan sebab karena konten impornya dari Amerika cukup tinggi.

Imbasnya, perusahaan akan melakukan berbagai efisiensi termasuk pengurangan kesempatan kerja. Ia mengatakan pendapatan masyarakat kemudian akan melemah dan menganggu pertumbuhan konsumsi domestik.

Ia menjelaskan jika inflasi terlalu tinggi dan persisten di Amerika maka akan mempengaruhi risiko tingkat suku bunga yang naik di negara maju. Situasi itu menurutnya akan memicu pelarian modal dan melemahkan kurs rupiah. Pasar ekspor ke Amerika juga menjadi kurang menarik, meski porsinya hanya 13 persen dari total ekspor Indonesia.  

Krisis di Amerika ini terjadi lantaran harga crude oil mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. Hal itu disebabkan perang Rusia dan Ukraina. Bhima berujar neberapa kontrak pembelian minyak mentah dari Rusia terpaksa diputus akibat konflik tersebut. Sementara itu, banyak pelaku industri BBM di Amerika yang tidak siap sehingga pasokan berkurang. 

Selain itu, sanksi dari barat turut berdampak pada pengetatan suplai di Amerika Serikat. Dari sisi produksi, kata Bhima, kapasitas kilang telah menurun dibanding pada pra pandemi. Sementara sisi permintaan mulai naik, penurunan angka kapasitas pada saat pandemi sejalan dengan dibukanya sekolah dan pusat perbelanjaan. Hal itu membuat permintaan BBM untuk transportasi naik drastis. 

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen pun telah memperingatkan inflasi Amerika yang mencapai level 9,1 persen pada Juni lalu sangat mengkhawatirkan. "Inflasi sangat tinggi," kata Yellen dalam konferensi pers di Bali menjelang acara G20, Kamis 14 Juli 2022.

Bank sentral Amerika atau The Fed juga telah mengumunkan kemungkinan menaikkan suku bunga acuan hingga 75 basis poin pada akhir Juli 2022. Yellen mengatakan pemerintah Amerika sedang untuk segara berusaha meredam lonjakan inflasi tersebut. Salah satunya dengan cara mengatur price cap atau memberlakukan pembatasan harga minyak Rusia. 

Pemerintah Amerika kini sedang mengatur rencana dan mengajak negara-negara lainnya agar sepakat memberlakukan price cap terhadap minyak Rusia. Tujuannya, untuk menghindari potensi lonjakan harga minyak di masa depan. 

Mantan Gubernur The Fed itu mengungkapkan strategi tersebut adalah langkah strategis karena hampir setengah dari kenaikan harga yang menyebabkan inflasi di Amerika berasal dari biaya energi yang tinggi. 

Menanggali rencana itu, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengaku masih melihat mekanisme dan implikasinya. "Kita mendapatkan penjelasan dari Yellen mengenai keinginan dari Amerika Serikat untuk menerapkan price cap. Tapi ini kan masih di dalam proses untuk melihat mekanismenya seperti apa, desainnya, dan implikasinya," ujar Sri Mulyani di Jakarta pada Selasa, 19 Juli 2022. 

Sri menjelaskan energi adalah salah satu komoditi yang semakin menjadi isu hangat di dalam persaingan politik saat ini. Sehingga, strategi itu tidak akan memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian dunia. 

Ia berujar di tengah berbagai dinamika perekonomian dunia yang terjadi saat ini, Indonesia harus jeli melihat dampak dari eksternalnya. Dari sisi harga-harga, menurut dia langkah itu akan berpotensi mengerosi daya beli masyarakat. "Jadi kita lihat berbagai macam mekanisme untuk bisa menstabilkan harga terutama makanan dan energi," tuturnya.

RIANI SANUSI PUTRI 

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus