Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha Jusuf Hamka alias Babah Alun berencana menagih utang kepada pemerintah sebesar Rp 800 miliar. Pada Sabtu pekan lalu, Jusuf Hamka didampingi pengacaranya, Hamid Basyaid, menyambangi kediaman eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md di Patra Kuningan, Jakarta Selatan, untuk berdiskusi atas rencananya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ditemui di salah satu rumah makan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 13 Juli kemarin, pria dengan nama asli Joseph Alun ini berharap di sisa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini masalah utang-piutangnya dengan negara bisa selesai. Kalau belum dibayar, kata Jusuf, dirinya akan meminta petunjuk kepada presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau sudah menjabat, tapi utang saya belum dibayar, saya coba minta Pak Prabowo. 'Pak Prabowo. saya punya kasus belum selesai, negara punya kewajiban. Kalau itu memang hak kami, bisa tidak Bapak memberi arahakan ke kami, harus ke mana?' Ke Kementerian Keuangan sudah, kepada Tuhan aja yang belum,” kata Jusuf.
Sementara itu, Jusuf bercerita dirinya pernah juga pernah bertemu Prabowo pada tahun lalu. Dia tak menyebut jelas pertemuan itu berlangsung di mana. Namun, kata Jusuf, ketika itu Prabowo bertanya kepada dirinya ihwal kasus utang-piutangnya dengan negara.
Usai menceritakan masalah utang negara kepada dirinya, Jusuf menyebut Prabowo meminta dirinya untuk bersabar. “Ketemu Pak Prabowo tahun lalu, waktu ramai-ramai ketemu saya. Nanya masalahnya apa, saya ceritakan. 'Sabar, sabar',” kata dia.
Dalam persamuhan sekitar 90 menit itu Jusuf membahas utang pemerintah ke dirinya sebesar Rp 800 miliar yang belum rampung. Utang itu menyangkut deposito PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) Rp 78 miliar di Bank Yakin Makmur (Yama). Bank Yama gagal mengembalikan deposito tersebut saat krisis moneter 1998.
Dalam pertemuan itu, Jusuf mengaku disuguhi kue komplet dengan air minum yang menyapu tenggorokannya. Terlalu banyak minum, Jusuf bergurau hingga dua kali buang air kecil di kamar kecil rumah Mahfud.
Kepada Mahfud, Jusuf mengatakan dirinya minta rekomendasi sekaligus ingin mengajukan gugatan class action atas perkara utang negara. Dia menyebut gugatan itu dilatarbelakangi oleh surat Mahfud Md sebagai Menkopolhukam kepada Menteri Keuangan agar negara membayar utang kepada Jusuf. Dalam surat itu, kata Jusuf, Mahfud memberikan tenggat kepada Kementerian Keuangan untuk membayar utang hingga Juni 2024.
“Saya konfirmasi ke Pak Mahfud, dan benar," kata Jusuf kepada Tempo saat ditemui di salah satu rumah makan di Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 13 Juli 2024.
Pada 2004 sebelumnya, CMNP mengajukan gugatan. Mahkamah Agung memutuskan pemerintah sebagai pihak bersalah pada 2010. Pemerintah juga diwajibkan membayar deposito CMNP beserta bunganya sebesar 2 persen per bulan. Besarannya mencapai Rp 78.843.577.534,20 plus bunga.
Namun lima tahun berselang, pemerintah tak juga melaksanakan isi putusan tersebut. Pada 2015, CMNP kembali mengajukan permohonan teguran atau peringatan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas permohonan itu, Ketua Pengadilan Negeri Jaksel kemudian menegur kepada Pemerintah agar melaksanakan isi putusan pada 2010. Saat itu CMNP menagih pembayaran kepada Kemenkeu menjadi sebesar Rp 389,86 miliar.
Jumlah utang pemerintah pun membengkak jadi Rp 800 miliar pada 2020. Ketika itu, Jusuf telah bersurat ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu pada 2019 hingga 2020. Namun, DJKN selalu mengatakan sedang melakukan verifikasi di Kemenkopolhukam. Jusuf Hamka lantas bersuara untuk menagih utang pemerintah lantaran proses verifikasi sudah berlangsung tiga tahun tanpa hasil.
“Negara kalau punya piutang ke warga, negara bisa memaksa, menyandera, memblokir rekening, menyita barang-barang, tapi warga ke negara tidak bisa. Itulah hukum kita,” kata dia.
Sementara itu, Jusuf membantah apabila langkah hukum ini hanya untuk mencari perhatian masyarakat. Dia menyebut langkah menagih utang ke negara ini merupakan upaya mencari keadilan.
“Saya tidak mencuri rame, saya sedang mencari kebenaran dan keadilan. Keadilan bukan buat saya, kalau bisa berhasil keadilan ini buat orang yang mempunyai piutang terhadap negara,” kata Jusuf Hamka.