Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Kemenhub Blak-blakan Jawab Kritik Jokowi Soal Tol Laut

Kementerian Perhubungan angkat bicara setelah Presiden Jokowi mengkritik soal minimnya kontribusi tol laut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

8 Maret 2020 | 17.15 WIB

Presiden Jokowi (tengah) bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin tiba untuk memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020. . TEMPO/Subekti.
Perbesar
Presiden Jokowi (tengah) bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin tiba untuk memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020. . TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan angkat bicara setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengkritik soal minimnya kontribusi tol laut terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada rapat terbatas beberapa hari lalu. Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wisnu Handoko blak-blakan soal berbagai permasalahan di dalam pelaksanaan subsidi distribusi logistik ke daerah Indonesia timur tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Wisnu menyatakan selama program tol laut dilaksanakan pada tahun 2015-2019 pemerintah telah memberikan perhatian penuh kepada pengerahan kapal melayani trayek 80 persen ke arah Indonesia Timur. Dalam proyek tol laut, Kementerian Perhubungan telah memberikan subsidi pada pelayaran dan menurunkan disparitas harga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Lebih dari itu, tol laut sebenarnya adalah model logistik nasional, kelancaran distribusi barang, konektivitas antar moda dan pengendalian harga barang," kata Wisnu, Ahad, 8 Maret 2020.

Adapun kendala terbesar dalam pelaksanaan tol laut yakni menjaga frekuensi kapal secara rutin dan tepat waktu. Kapal cenderung terlambat ke arah Indonesia Timur karena harus menunggu konsolidasi muatan. Konsolidasi ini membuat kapal harus menunggu muatan yang belum siap angkut saat kapal datang.

Masalah lainnya, kata Wisnu, adalah mengendalikan biaya logistik di luar biaya pelayaran atau pengangkutan yang disubsidi tol laut seperti Terminal Handling Charge, biaya tenaga kerja bongkar muat pelabuhan bongkar 3TP, biaya gudang, biaya konsolidasi muatan, biaya pengurusan dan biaya moda transportasi lain. "Selain itu, kendala lainnya mengontrol harga jual oleh pedagang yang mendatangkan barang, toko penjual di daerah 3TP," ucapnya.

Selain itu, adanya pesaing atau kompetitor yang seimbang bagi pedagang wilayah tujuan tol laut yang selama bertahun-tahun mendominasi perdagangan di suatu daerah. Selama ini ada keterbatasan moda angkutan lanjutan di daerah tujuan guna melayani angkutan barang sampai ke daerah yang jauh dari pelabuhan. 

Terkait adanya indikasi monopoli itu, menurut Wisnu, pola tersebut sudah terjadi puluhan tahun sebelum program tol laut dilaksanakan. "Beberapa daerah 3TP seperti Morotai, Dobo, Saumlaki hanya ada satu, dua atau tiga pedagang yg dominan mendatangkan barang dari Jawa melalui jasa pengurusan transportasi tertentu pula. Pola ini juga mereka lakukan di kapal tol laut," ucapnya. 

Untuk menghilangkan monopoli tersebut, Kemenhub membentuk platform Logistic Communication System (LCS) yang dikembangkan bersama Telkom. Kerja sama memberikan kesempatan kepada RumahKita yang dikelola BUMN/BUMD dan pedagang Gerai Maritim yang dibina oleh Kementerian Perdagangan untuk menciptakan kompetisi sehat.  

LCS di masa mendatang akan terus dikembangkan mekanismenya untuk kemudahan mengirim kontainer, mengantisipasi monopoli yang dilakukan oleh pedagang atau shipper tertentu. "Transparansi biaya pengiriman yang dilakukan oleh Perusahaan pelayaran dan Jasa Pengurusan Transportasi dan pengendalian harga jual dengan referensi biaya harga jual barang pokok dan penting," katanya.

Adapun terkait jenis barang yang dibutuhkan daerah di luar jenis barang yang telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 38 Tahun 2018 untuk bisa diangkut dengan kapal tol laut akan dikoordinasikan dengan Kementerian Perdagangan agar bisa menyesuaikan karakteristik pengembangan daerah.

Program ini, menurut Wisnu, meski masih ada kelemahan pada jadwal kapal yang masih 1--2 bulan sekali, tapi diakui sangat dibutuhkan. Hal ini terlihat dari tingkat keterisian muatan berangkat masih mencapai rata setahun 74,6 persen, meskipun muatan balik masih rendah sekitar 6,7 persen. 

Program Tol Laut mensubsidi biaya pelayaran (freight) dengan mengerahkan subsidi operasi kapal untuk daerah yang tidak dimasuki kapal komersil, dan subsidi kontainer untuk pelabuhan yang sudah disinggahi oleh kapal komersial tapi disparitas harga masih tinggi.  Data dari Kementerian Perdagangan daerah di sekitar pelabuhan harga barang pokok dan penting bisa turun 20-30 persen, tetapi semakin jauh dari pelabuhan dan harus menggunakan moda transportasi lain seperti truk, kapal perintis, penyeberangan, pesawat maka disparitas akan tetap besar.  

Adapun disparitas harga juga dipengaruhi frekuensi kedatangan kapal. Dengan anggaran yang tersedia, Kementerian Perhubungan baru bisa memenuhi frekuensi kapal tol laut ke Indonesia Timur antara 1-2 kali sebulan. Terjadi kenaikan jumlah muatan barang pokok dan penting selama kurun waktu 5 tahun dan memengaruhi harga Freight pelayaran komersial turun.

Beberapa pelabuhan seperti Dobo, Saumlaki, Larantuka, Rote, Namrole, Morotai, Fakfak, Serui, juga telah mengalami kenaikan troughput. Setidaknya tol laut sudah memasuki lebih dari 75 pelabuhan yang sebelumnya belum dimasuki kapal dengan muatan dalam kontainer dan membawa lebih dari 45 jenis barang pokok dan penting. 

BISNIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus