Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah membantah pernyataan The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bahwa utang pemerintah yang mayoritas berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dikuasai oleh pihak asing. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan mengatakan saat ini utang pemerintah masih didominasi investor domestik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Tidak benar. Ini masih didominasi investor Indonesia sebagian besar,” kata Scenaider kepada Tempo di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 26 Maret 2018. Dari data yang dimilikinya, sekitar 60 persen utang pemerintah didominasi investor domestik, dan sisanya pihak asing hanya menguasai sekitar 40 persen utang pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Scenaider juga keberatan atas istilah bahwa Indonesia “dijajah asing” lewat utang. Sebab, utang yang dipinjamkan oleh pihak asing sama-sama menguntungkan bagi mereka dan Indonesia sendiri. “Kalau dijajah asing, istilah itu terlalu membabi buta, ini kan business to business. Kalau penjajahan kan satu untung satu buntung, kalau ini sama-sama untung,” tuturnya.
Ekonom senior Indef, Faisal Basri, sebelumnya menyebutkan bahwa pemerintah mengobral utang dengan SBN yang dimiliki pihak asing. “SBN dikuasai asing enggak apa-apa, kalau enggak ada gejolak. Sekarang kita dijajah pasar yang sekarang gonjang-ganjing. Indonesia makin obral utang,” ucapnya, Rabu pekan lalu.
Faisal menuturkan pemerintah seperti tersandera oleh pihak asing akibat dominasi kepemilikan SBN dalam utang negara. Sebab, pemerintah tidak bisa mengendalikan pergerakan pasar. Akhirnya, pemerintah harus bergantung pada suku bunga asing.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, hingga Januari 2018, utang pemerintah memang kebanyakan berasal dari penerbitan SBN yang mencapai US$ 124.550 atau setara dengan Rp 1,7 triliun. Jumlah SBN internasional atau asing sebesar US$ 59,704 atau setara dengan Rp 819 juta. Sedangkan SBN domestik mencapai US$ 64,845 atau setara dengan Rp 889 juta.