Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

KLHK Jelaskan Penyebab Polusi Udara di Jakarta Memburuk dan Pencemaran Meningkat

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah bahwa polusi udara di Jakarta merupakan yang terburuk di dunia.

13 Agustus 2023 | 15.47 WIB

Monas terlihat samar akibat polusi udara di Jakarta, 11 Agustus 2023. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Monas terlihat samar akibat polusi udara di Jakarta, 11 Agustus 2023. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah bahwa polusi udara di Jakarta merupakan yang terburuk di dunia. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro mengatakan perlu ada perbandingan data untuk melihat indeks kualitas udara di Ibu Kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Sebetulnya kalau diframing bahwa kita itu terkotor, tercemar di seluruh dunia nomor satu, itu yang perlu diluruskan. Kita belum melihat sumber info yang lain," kata dia dalam konferensi pers di KLHK, Jakarta Pusat pada Ahad, 13 Agustus 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia pun merujuk pada situs aqcin.org. Dalam laman tersebut, tuturnya, tingkat polusi di Jakarta adalah 160. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan di Yangon Myanmar yaitu 211, Kopenhagen Denmark sebesar 500, dan Alaska di level 200. 

Sigit juga membeberkan angka polusi udara yang dihimpun oleh KLHK sejak 2018 hingga 2023. Berdasarkan data tersebut, bahkan tingkat polusi udara Jakarta selama masa pandemi dan pra-pandemi berada dalam kondisi baik. Kendati demikian, ia tak menampik terjadi peningkatan polusi pada beberapa bulan terakhir. Penyebabnya, kata dia, adalah faktor debu yang berkontribusi terhadap indeks kualitas udara di jakarta. 

Lebih lanjut, Sigit menjelaskan latar belakang kualitas udara di perkotaan Indonesia, khususnya Jakarta terlihat buruk. Pasalnya, pengukurannya berada di kawasan yang terhalang gedung, sehingga terjadi perputaran angin yang terjebak di wilayah itu. 

"Kalau itu terjadi di gedung yang diapit maka yang terjadi angin itu tidak bergerak di mana-mana, sehingga ini disebut pencemaran meningkat sekian kali dari base-nya," kata dia.

Konsentrasi pencemaran bisa meningkat bahkan 10 kali 

Ditambah karena efek kendaraan motor, ia mengatakan polusi tidak bisa bergerak ke mana-mana sehingga konsentrasi pencemaran bisa meningkat bahkan 10 kali dari kondisi yang ada. Menurutnya, hal itu yang sebetulnya membuat terjadi konsentrasi pencemaran yang tinggi di Jakarta atau karena fenomena street canyon. 

Menurut Sigit, hal itu juga terjadi di kota besar lainnya di Tanah Air seperti Bandung. Karena bentuknya berupa lembah, ia berujar polusi udara di bandung terjebak dan hanya bisa lolos jika ada hujan atau angin yang memecah jebakan polusi itu. 

Sementara itu, situs IQAir menilai kualitas udara Jakarta merupakan yang terburuk di dunia pagi ini per pukul 06.14. Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta tercatat 170 poin atau masuk kategori tidak sehat dengan konsentrasi polutan utama PM2.5 sebesar 93,2 mikrogram per meter kubik.

Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 18.6 kali nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO). Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer).

Adapun kota terpolusi di dunia di bawah Jakarta pagi ini berdasarkan situs tersebut, yaitu Dubai, Uni Emirat Arab (AQI: 157); dan Johannesburg, Afrika Selatan (AQI:156); Hanoi, Vietnam (AQI: 151); dan Doha, Qatar (AQI: 140).

RIANI SANUSI PUTRI 

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus