Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat potensi nilai ekonomi dari perdagangan karbon Indonesia secara keseluruhan mencapai hingga Rp 3.000 triliun dari komponen hutan tropis, bakau (mangrove), dan gambut.
Potensi itu, lanjut Nani, sudah mulai dikembangkan mulai dari komponen hutan tropis. Selanjutnya, diikuti komponen hutan bakau dan hutan gambut yang diharapkan menjadi pusat karbon regional atau regional carbon hub.
Selain hutan tropis, KLHK sedang mengeksplorasi dan membuat proyek percontohan untuk perdagangan karbon dari komponen hutan bakau yang total luasnya di Indonesia mencapai 3 jutaan hektare (ha).
Ia menyebutkan, proyek itu dimulai di Kalimantan Utara memanfaatkan lahan bakau seluas 60 ribu ha.
"Kita harus bisa memperlihatkan bahwa kita punya super power juga di nature capital kita," kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan KLHK Nani Hendiati dalam acara Sustainable Action for Future Economy (SAFE) di Jakarta, Selasa 26 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
melaporkan, proyek percontohan perdagangan karbon yang dikerjakan di Indonesia menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp380 juta.
"Pengembangan karbon untuk hutan tropis sudah berjalan, tapi lebih ke yang non-market, yang riset base payment dengan total nilai yang dihasilkan sekitar Rp380 juta," kata dia.
Nani menyampaikan, proyek percontohan itu dijalankan di Jambi dan Kalimantan Timur bekerja sama dengan pihak Bank Dunia dan Norwegia.
Nani menambahkan, pengembangan karbon menjadi bagian fokus pemerintah untuk memperoleh keuntungan yang dapat digunakan sebagian untuk mendukung aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan termasuk pengurangan emisi karbon.
Kegiatan perdagangan karbon di Tanah Air ditandai dengan peluncuran bursa karbon Indonesia oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini