Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Saat ini baru ada dua smelter alumina yang beroperasi.
Perusahaan tambang bauksit menurunkan tingkat produksi.
Sulit mendapatkan pendanaan karena dianggap berisiko tinggi.
JAKARTA – Kebijakan larangan ekspor bauksit yang dimulai pada 10 Juni 2023 berlangsung di tengah minimnya kapasitas smelter alumina dan aluminium. Pelaksana harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia, Ronald Sulistyanto, menuturkan bahwa belum akan ada tambahan smelter baru dalam waktu dekat.
Ia berujar, terdapat delapan perusahaan yang telah berkomitmen mendirikan smelter alumina ataupun aluminium sebagai pemurnian bauksit dengan kapasitas pengolahan masing-masing sekitar 2 juta ton per tahun. Namun rata-rata kemajuan pembangunannya masih di bawah 30 persen.
"Mungkin baru sekitar tiga tahun lagi beroperasi," kata dia saat dihubungi Tempo, kemarin.
Delapan perusahaan itu adalah PT Borneo Alumina Indonesia, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT Persada Pratama Cemerlang, PT Sumber Bumi Marau, PT Quality Sukses Sejahtera, PT Parenggean Makmur Sejahtera, PT Kalbar Bumi Perkasa, dan PT Laman Mining.
Ronald menyadari bahwa kewajiban mendirikan fasilitas pengolahan sejak 2014 didasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Namun dia berdalih urusan modal menjadi salah satu hambatan terbesar. Proyek ini membutuhkan investasi sebesar US$ 1,2 miliar dengan kapasitas 2 juta ton. Sementara itu, untuk bisa mencapai titik impas, butuh waktu 10-15 tahun.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo