Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Polemik Tapera Memanas, Basuki Hadimuljono: Ini Memang soal Trust

Menteri Basuki Hadimuljono menilai memanasnya polemik Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera karena masalah kepercayaan masyarakat.

7 Juni 2024 | 16.26 WIB

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono usai Rapat Kerja Evaluasi APBN Pelaksanaan Anggaran Tahun 2024 sampai Mei 2024 di ruang Komisi V DPR, Senayan pada Kamis, 6 Juni 2024. Tempo/Bagus Pribadi
Perbesar
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono usai Rapat Kerja Evaluasi APBN Pelaksanaan Anggaran Tahun 2024 sampai Mei 2024 di ruang Komisi V DPR, Senayan pada Kamis, 6 Juni 2024. Tempo/Bagus Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menilai memanasnya polemik Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera karena masalah kepercayaan masyarakat. Masyarakat, kata Basuki, khawatir dana Tapera akan digunakan untuk membiayai proyek ataupun untuk menambal anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Pasti tidak (digunakan untuk itu). Karena Tapera itu tabungan, itu (dikelola) oleh Badan Pengelola Tapera sendiri, terpisah dari APBN,” kata Basuki di Kementerian PUPR, dikutip Tempo dari rekaman audio yang dikirim Biro Komunikasi Kementerian PUPR. “Ini memang soal trust (kepercayaan), ya. Jadi saya kira banyak yang begitu, ini soal trust,” ujar Basuki.

Padahal, Basuki menuturkan, iuran Tapera merupakan tabungan. Kalaupun peserta sudah memiliki rumah atau berhenti menjadi anggota, kata dia, mereka bisa mengambil iuran yang sudah disetorkan. “Plus bunganya di atas bunga deposito,” kata Basuki. “Kalau yang masih butuh rumah, dia nabung setahun itu sudah eligible (memenuhi syarat) untuk dapat kredit dari Tapera.”

Polemik Tapera muncul setelah Presiden Jokowi meneken PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Beleid tersebut mengatur tentang kewajiban pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen. Kebijakan itu lantas menuai penolakan dari kalangan buruh hingga pelaku usaha.

Polemik yang berkepanjangan hingga kian memanas ini terlihat dari demonstrasi yang digelar kalangan buruh kemarin. Bahkan, para buruh mengancam akan menggelar unjuk rasa yangjauh lebih besar dan meluas ke seluruh Indonesia jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Partai Buruh menilai aturan ini akan merugikan para buruh dan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Ini aksi awalan, apabila pemerintah tak menanggapi aspirasi dari teman-teman buruh, akan dilanjutkan aksi yang meluas seluruh Indonesia, lebih dari 380 kabupaten,” kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat ditemui di tengah massa aksi Tolak PP Tapera di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Kamis, 6 Juni 2024. Dia menyebut aksi yang digelar hari ini berasal dari kalangan buruh di kawasan Jabodetabek, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. 

Sebelumnya, Said menyatakan kebijakan potong gaji pekerja sebesar 3 persen mustahil bisa membantu pekerja memiliki rumah. Selain itu, iuran Tapera hanya akan menekan daya beli buruh karena saat ini buruh terjebak dalam upah murah.

Karena itu, alih-alih mewajibkan Tapera, Said Iqbal menyebut pemerintah harus lebih dulu menaikkan upah buruh dengan mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.

Kemudian untuk masalah perumahan, Said Iqbal mengatakan negara yang seharusnya hadir dan menyediakannya untuk rakyat. Pemerintah bisa menyediakan rumah murah, sebagaimana jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan murah. Hal ini berbeda dengan program Tapera karena pemerintah tidak membayar iuran sama sekali.

"Pemerintah hanya jadi pengumpul iuran rakyat dan buruh. Ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat," ujar Said.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penolakan juga ramai disuarakan di parlemen. Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Irine Yusiana Roba mencecar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sekaligus Ketua Komite BP Tapera Basuki Hadimuljono soal narasi masyarakat yang mampu memberi 'subsidi’ ke masyarakat yang membutuhkan rumah pada program Tapera ini. Menurut dia, hal itu tak bisa disebut subsidi, melainkan gotong royong.

“Kalau subsidi itu kewajiban negara, bukan sesama warga negara. Alangkah malunya negara tak mampu hadir dalam menjawab tantangan yang ada di tengah masyarakat,” ujarnya.

Pekerja di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang tergabung dalam Serikat Buruh Industri Pertambangan atau SBIPE IMIP juga menolak pemotongan gaji untuk Tapera. Ketua SBIPE IMIP Henry Foord Jebss mengaku tidak yakin iuran yang masuk untuk Tapera bisa kembali ke kantong para pekerja.

Ia berkaca pada sejumlah kasus sulitnya melakukan klaim manfaat iuran BPJS Ketenagakerjaan selama ini. Henry pun menduga wacana pemotongan gaji pekerja swasta untuk Tapera hanya menjadi kedok pemerintah untuk mengumpulkan dana masyarakat.

“Kami menduga ini cara pemerintah untuk menutup defisit APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara)” tutur Henry melalui sambungan telepon kepada Tempo, Selasa malam, 28 Mei 2024.  “Ini tidak ada manfaatnya untuk buruh.”

RIRI RAHAYU | ADIL AL HASAN | BAGUS PRIBADI

Pilihan Editor: Kenapa Uang Iuran Tapera PNS Cair Sedikit Meski Menabung Puluhan Tahun?

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus