Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Omzet Menurun Setelah Penutupan TikTok Shop

Para pemilik online shop ramai-ramai beralih ke platform e-commerce setelah TikTok Shop ditutup. Mengapa omzet mereka menurun?

18 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemilik toko daring tak lagi mengandalkan penjualan lewat sesi siaran langsung.

  • Sejumlah pemilik toko daring mengaku omzet menurun akibat penutupan TikTok Shop.

  • Perusahaan e-commerce mengiming-imingi pemilik toko daring untuk membuka akun di platform mereka.

BERDAGANG sambil melakukan siaran langsung melalui aplikasi TikTok belakangan ini tak lagi menjadi aktivitas utama Hamidah Rahima, seorang pemilik toko daring (online shop) yang menjual pakaian anak-anak. Sebelum platform social commerce TikTok Shop ditutup pada 4 Oktober 2023, perempuan 34 tahun ini biasa menggelar siaran sambil berjualan hingga 12 jam sehari. "Sekarang paling live streaming-nya dua jam sehari," kata dia, kemarin, 17 Oktober 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alasan Hamidah mengurangi intensitas siaran langsung itu tak lain adalah TikTok tidak lagi bisa dijadikan wadah untuk bertransaksi. Sebelum TikTok Shop ditutup, para pengguna bisa dengan mudah memesan dan membeli barang yang dipasarkan lewat siaran langsung oleh pedagang secara langsung. Kini, Hamidah dan ribuan pemilik toko daring lainnya harus mengarahkan calon pembeli bertransaksi di platform lokapasar (e-commerce), seperti Shopee dan Tokopedia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aktivitas siaran langsung yang biasa dilakukan Hamidah berkurang drastis karena isinya hanya berupa pengenalan dan ulasan produk yang ia jual. Akibatnya, jumlah penonton siaran langsungnya menurun drastis. "Dulu (saat masih bisa siaran sambil berjualan), penontonnya bisa ratusan. Sekarang ada 10 penonton saja sudah bagus." 

Omzet penjualan online shop yang dirintis Hamidah setahun lalu pun anjlok. Proses transaksi yang lebih panjang—karena calon pembeli harus pindah ke platform e-commerce lain—menurunkan omzetnya hingga 50 persen. "Waktu TikTok Shop masih ada, hampir 90 persen pesanan datang dari sana," kata dia.

Penjual menawarkan barang dagangannya melalui salah satu toko daring di kawasan Sudimara, Tangerang Selatan, Banten, 12 Desember 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Nasib serupa dirasakan Annisa Nursanti, yang menjual produk hijab di TikTok Shop dalam dua tahun terakhir. Perempuan 26 tahun itu mengaku penjualan melalui platform e-commerce tak sebesar penjualan melalui TikTok Shop. “Dulu, dalam sehari jumlah pembeli bisa sampai 300, sekarang paling hanya 30-50,” katanya. 

Annisa mengaku selama ini banyak diuntungkan oleh algoritma TikTok Shop ketika melakukan siaran langsung. Jumlah penonton siarannya bahkan pernah menembus 1.000 akun ketika TikTok mengadakan program promosi khusus.

Agar tak kehilangan pelanggan, dia pun masih rutin melakukan siaran langsung melalui aplikasi TikTok pada pukul 19.00-22.00 setiap hari. Pada sesi itu, dia biasanya memperkenalkan produk dan melakukan tutorial pemakaian hijab untuk menarik minat calon pembeli. “Sekarang pembeli juga bisa berkontak melalui pesan WhatsApp jika ingin memesan. Kami taruh semua link-nya di profil akun TikTok agar bisa diakses langsung."

Upaya Memikat Pelapak Baru

Lenyapnya aktivitas transaksi di TikTok Shop dimanfaatkan perusahaan e-commerce untuk menjaring para pemilik online shop membuka akun di platform mereka. Annisa mengaku pernah mendapat penawaran khusus dari salah satu perusahaan lokapasar. Penawaran itu berupa pembebasan biaya administrasi hingga fasilitas promosi gratis. “Sempat ada tim sales sebuah platform yang mengontak dan mengirim pesan mengajak untuk bergabung,” ujarnya.

Tawaran itu cukup menggugah minat Annisa untuk melebarkan toko jilbab daring miliknya. Terlebih, pembeli juga menjadi memiliki banyak opsi untuk berbelanja dengan beragam kelebihan promosi yang ditawarkan setiap platform. “Bagi kami, yang penting bisa menjual produk seluas-luasnya.

Annisa menuturkan, setelah dua pekan bergabung ke salah satu platform lokapasar, toko daringnya mulai mengalami geliat pertumbuhan pengikut dan penjualan. Dia pun berstrategi dengan memberikan potongan harga tambahan pada awal-awal pembukaan tokonya dengan memberikan voucher kepada pengguna, termasuk berpartisipasi dalam program gratis ongkos kirim. “Jadi, pembeli mendapatkan diskon dobel, dari platform dan dari kami langsung."

Salah satu platform yang memberikan promosi bagi pelapak baru adalah Lazada. Platform itu mengumumkan pembebasan biaya administrasi dan ongkos pengiriman selama dua bulan kepada pemilik toko yang mendaftar per 3 Oktober 2023. “Bagi UMKM yang terkena dampak perubahan peraturan baru-baru ini, kami mendukung mereka untuk masuk ke platform Lazada,” demikian tulis manajemen dalam sebuah memo internal.

Lazada juga memiliki program pelatihan serta pengembangan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah bersama pemerintah sejak 2021. Program bernama Akselerasi Karya Rakyat Digital itu diklaim berhasil menjaring hampir 10 ribu talenta lokal, termasuk live streamer dan mitra kurir. Mereka mendapat pelatihan di bidang ekonomi digital. Lazada berharap kemitraan yang terjalin dapat berlangsung dalam jangka panjang dan berkelanjutan.

Penjual menawarkan barang dagangannya melalui salah satu toko daring di kawasan Sudimara, Tangerang Selatan, Banten, 12 Desember 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Adapun platform lokapasar lain, Shopee Indonesia, enggan mengomentari tren perpindahan para pelapak daring dari TikTok Shop ke e-commerce. Namun Head of Marketing Growth Shopee Indonesia Monica Vionna mengatakan bahwa perusahaan tetap berfokus menjaring banyak mitra penjual dan pelanggan dengan beragam strategi. “Kami melatih banyak UMKM. Ada juga faktor kampanye yang berdampak pada peningkatan jumlah pengguna.” 

Hal yang sama diungkapkan Tokopedia. Head of Communications Tokopedia (GoTo E-Commerce) Aditia Grasio Nelwan menyatakan saat ini perusahaan berfokus menjaga loyalitas dan meningkatkan penjualan para pelapak di platformnya. Saat ini, kata dia, di Tokopedia terdapat lebih dari 14 juta penjual dan hampir 100 persen merupakan pelaku UMKM. 

Salah satu upaya yang dilakukan Tokopedia, kata Aditia, adalah mendorong kemajuan pelaku usaha melalui berbagai inisiatif. Inisiatif itu di antaranya adalah Hyperlocal, program untuk mendekatkan lokasi penjual dan pembeli melalui teknologi geo-tagging.

Kemudian Tokopedia juga meluncurkan program pemberdayaan UMKM, seperti Modul Perempuan Digital, yang merupakan program edukasi bisnis daring bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk meningkatkan daya saing perempuan pelaku UMKM. 

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus