Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Menjelajahi Rumah Tjong A Fie, Memahami Sepenggal Sejarah Medan

Rumah Tjong A Fie yang berdiri 1900 ini adalah salah satu bangunan lawas yang kerap dikunjungi pelancong.

4 Februari 2018 | 07.24 WIB

Bagian dalam kediaman Tjong A Fie di Kota Medan. Tempo/Dhemas Reviyanto
Perbesar
Bagian dalam kediaman Tjong A Fie di Kota Medan. Tempo/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Medan - Medan mempunyai segudang bangunan tua yang kental dengan nilai sejarah. Salah satunya adalah rumah yang di masa lalu ditinggali saudagar kenamaan Tjong A Fie (1860-1921). Bangunan berlantai dua itu terletak di Jalan Ahmad Yani no 105.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tjong A Fie adalah perantau dari Provinsi Guangdong. Perjalanannya lalu berkahir di Medan. Dan kini, rumah peningalannya itu menjadi salah satu bangunan lawas yang kerap dikunjungi pelancong. Pintu gerbang rumah itu terbuka untuk kunjungan turis antara pukul 09.00-17.00.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gerbang itu dilengkapi atap kecil khas rumah di Cina. Dengan tiket masuk seharga Rp 35 ribu per orang, turis pun leluasa mejelajah kediaman Tjong A Fie yang berdiri sejak 1900 ini.

Dinding-dinding bagian kanan dipenuhi foto-foto Tjong A Fie di masa lalu. Di sana terlihat, antara lain, saat dia bersama ketiga istri dan anak-anaknya. Ada pula fotonya dengan para penguasa Belanda.

Foto bangunan Bank Kesawan yang didirikannya serta mata uang pada masa itu pun terpampang. Silsilah keluarga juga terpapar. Pelajaran sejarah tentang kota Medan pun dimulai.

Dari ruang ke ruang, saya terus menyimak  setiap yang terpasang di dindingnya. Ada juga mebel yang ditata rapi. Hingga sampailah di ruang terbuka di bagian tengah, dan dari sana bisa melihat lantai dua dan sisi belakang dari rumah.“Bagian belakang itu yang masih dihuni oleh cucunya Tjong A Fie,” kata sang pemandu yang mengantar saya.  Walhasil, bagian tersebut tidak bisa ditengok pengunjung.

Saya pun menaiki tangga ke lantai dua, menemukan ruangan luas. “Di sini lah dulu, Tjong A Fie mengadakan pesta, termasuk pesta dansa dengan orang Belanda,” ucap pemandu.

Semua ruang tertata rapi dan terawat. Tidak semuanya khas Cina, beberapa bagian dimunculkan dengan gaya arsitektur Melayu atau Eropa. Ada empat ruang tamu di lantai dua ini, yakni ruang khusus untuk menerima Sultan Deli, ada juga  ruang untuk tamu Belanda, Tionghoa, dan satu khusus untuk tamu umum.

Sebetulnya di Cina, Tjong A Fie sudah menikah. Kemudian ketika di Sumatera, ia menikah dengan perempuan dari Penang, Malaysia dan mendapatkan tiga anak, namun istrinya tidak berumur panjang.

Terakhir, Tjong A Fie menikah dengan perempuan asal Binjai, Sumatera Utara dan mendapat lima  anak.

Tjong A Fie datang ke pelabuhan Deli kala berusia 18 tahun dengan bekal yang sangat minim. Ia merantau ke Hindia Belanda mengikuti kakaknya yang lebih dulu pindah ke Sumatera.

Ketika tiba di pelabuhan, ia bekerja serabutan. Mulai pelayan toko kelontongan kemudian bekerja di perkebunan. Kerja keras, pergaulan yang  luas dan kebaikannya membuat ia menonjol.

Akhirnya, suatu saat ia berhasil memiliki perkebunan luas. Tjong A Fie adalah orang Tionghoa pertama yang memiliki lahan smeacam itu. Lalu dia mengembangkan usaha perkebunannya hingga ke Sumatera Barat.

Ia menjadi tokoh multikultural yang bisa merangkal semua kalangan. Dikenal dekat dengan kalangan Melayu, Arab, India dan Belanda, selain orang Tionghoa. Tjong A Fie juga dikenal dermawan.

Ia tidak hanya menjalin hubungan baik dengan Belanda tapi juga akrab dengan  Sultan Deli. Tjong A Fie pun ikut menyumbang sepertiga biaya pembangunan Masjid Raya Medan, dan juga sebuah masjid di Gang Bengkok.

Selain itu dia juga mendirikan kelenteng, jembatan, dan lain-lain.  Medan tumbuh seiring dengan kiprah Tjong A Fie. Pada 1913, ia pun mendirikan Bank Kesawan.

Ia juga menyantuni anak-anak dari kalangan papa, tanpa pilih bulu. Yang menarik dalam wasiatnya, Tjong A Fie meminta keturunannya untuk menjalankan prinsipnya tersebut dan terus berbuat baik, di antaranya dengan tetap menyantuni anak tidak mampu.

 

Tulus Wijanarko

Tulus Wijanarko

Wartawan senior dan penyair.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus