Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivitas pariwisata di suatu tempat yang masif, bisa menyebabkan permasalahan lingkungan. Direktur Konservasi World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Lukas Adhyakso mengingatkan tentang kesenjangan kelestarian lingkungan dan pariwisata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Pariwisata itu (perlu) air, hotel itu ada bathub. Kemudian kolam renang itu harus dikelola supaya penggantian air tidak terlalu sering," katanya, Kamis, 21 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lukas mengumpamakan, bila orang mandi di rumah membutuhkan air 20 liter. Perbandingan yang digunakan jadi jauh berbeda dengan hotel. Contohnya, ujar dia, penggunaan bathub dan kolam renang membuat peningkatan penggunaan air berkali-kali lebih banyak, "Daya dukung sekitarnya sering menjadi masalah," ujarnya.
Belum lama ini Fodor's Travel mengumumkan daftar destinasi yang tak layak dikunjungi pada 2020. Pernyataan 'No List' Fodor's Travel bisa menjadi contoh permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh pariwisata.
Dari 13 destinasi yang disebut, Bali dan Pulau Komodo termasuk yang dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020. Soal Bali, Fodor's Travel menyoroti overtourism, darurat sampah, kelangkaan air untuk petani lokal, norma kesopanan turis mengunjungi situs keagamaan.
"Saya melihatnya lebih sebagai warning (teguran) ketika melakukan sesuatu dan apa yang mesti dilakukan," kata Lukas.
Tak cuma mengacu dari pernyataan Fodor's Travel, Lukas juga mengingatkan soal pola mengkonsumsi makanan dalam aktivitas pariwisata. Menurut dia, wisatawan harus memahami sumber makanan yang dikonsumsi.
Seorang petani mengerjakan sawahnya di areal persawahan sekitar 12 kilometer dari Gunung Agung. Bali menghadapi overtourism hingga disarankan tak dikunjungi oleh media travel Fodor's Travel. ANTARA FOTO
Ia mencontohkan, misalnya kawasan wisata tertentu yang mengutamakan konsumsi sari laut. "Semakin banyak turis, semakin banyak ikan yang harus ditangkap masuk ke piring makan mereka. Itulah yang harus diperhatikan untuk tidak menghabiskan sumber daya seperti itu," katanya.
Lukas menjelaskan, bahwa tak semua biota bisa dikonsumsi terus-menerus. Memang, ujar dia, ikan dan udang di laut jumlahnya banyak. "Tetapi ada juga ikan yang (fase) berkembang biak dan tumbuhnya lambat," ujarnya.