Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK): Jimly Asshiddiqie, I Dewa Gede Palguna, dan Mahfud MD, angkat bicara terkait perkara gugatan batas usia capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Apa kata mereka?
Jimly Asshiddiqie: Cari panggung politik
Mantan Hakim MK Jimly Asshiddiqie menilai gugatan batas usia capres-cawapres di MK hanya sebatas mencari panggung politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Padahal gugatan ini hanya permainan untuk cari panggung politik," katanya di Jakarta, Rabu, 27 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jimly yang juga mantan Ketua MK ini meminta gugatan terkait dengan capres-cawapres di MK tak perlu dipolitisasi. Hal itu justru membuat malu Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ia menilai gugatan batas usia capres-cawapres yang sedang ramai diperbincangkan saat ini adalah masalah sepele.
Masalah itu, menurut dia, hanya terkait dengan persyaratan teknis dan tidak perlu dipolitisasi seperti sekarang ini.
Dia juga menegaskan jika persoalan itu sebenarnya bukan masalah yang berat, sebab terkait dengan batasan usia capres-cawapres itu dasarnya undang-undang.
"Undang-undang pemilu paling banyak digugat sejak tahun 2003, apalagi jelang Pemilu dan pemilihan presiden," ujarnya.
I Dewa Gede Palguna: Bukan ranah MK
Sementara mantan Hakim MK, I Dewa Gede Palguna menegaskan bahwa gugatan batas usia minimal capres-cawapres bukan ranah MK.
"Saya tegaskan, urusan umur itu nggak ada urusan dengan konstitusi. Itu bukan isu pengujian konstitusionalitas. Itu wilayahnya legislative review. Itu legal policy pembuat undang-undang," kata Dewa kepada wartawan di Surabaya, Rabu, 27 September 2023.
Menurutnya, soal berapa usia yang akan ditetapkan bagi capres-cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.
Tidak ada dasar yang mengatakan, kata Dewa, bahwa penetapan umur pada seseorang untuk menempati jabatan tertentu, baik jabatan politik maupun non politik itu urusan konstitusional.
"Bagaimana kita mengatakan 40 tahun, 30 tahun atau berapapun itu konstitusional? Nggak ada kan? Terus bagaimana kita mengukur konstitusional atau tidak. Argumentasi bahwa usia minimal capres cawapres adalah 40 tahun adalah inkonstitusional apa, kan nggak ada dasarnya," ujarnya.
Untuk itu, lanjut Dewa, pihaknya meminta semua pihak tidak memaksakan kehendak. Musababnya, kata Dewa, tidak semua persoalan dibawa ke MK untuk penyelesaian.
"Yang dibawa ke MK itu apabila terdapat norma undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Posisi dasarnya kan itu," ucapnya.
Selanjutnya: Ia sepakat bahwa MK…
Ia sepakat bahwa MK tidak memproses gugatan batas usia minimal capres cawapres. Sebab jika gugatan itu diproses, maka MK bisa dianggap menyerobot kewenangan pembuat Undang-Undang.
"Saya tegaskan itu (gugatan batas usia minimal capres-cawapres) bukan ranahnya MK. Itu sepenuhnya ranah pembuat undang-undang. Itu ranah positif legislator, bukan negative legislator seperti MK," ucapnya.
Mahfud MD: MK tak bisa ubah aturan
Sebelumnya, mantan Hakim MK Mahfud MD juga menegaskan MK tidak bisa mengubah aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres-cawapres. Proses pengubahan aturan, kata dia, hanya dapat dilakukan lewat lembaga legislatif.
“MK tidak boleh membatalkan atau mengubah sebuah aturan, tidak boleh,” kata Mahfud yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukam), Senin, 25 September 2023.
Mahfud, mengatakan jika dalam konstitusi tidak ada aturan yang menyebut batas usia minimal capres-cawapres tertentu maka tidak ada pelanggaran.
“Kalau tidak ada pengaturannya bahwa konstitusi itu tidak melarang atau menyuruh, berarti itu tidak melanggar konstitusi. Nah kalau mau diubah di mana, bukan MK yang mengubah itu DPR lembaga legislatif,” katanya.
Mahfud menjelaskan, selama aturan perundang-undangan tersebut tidak melanggar konstitusional, MK tidak boleh membatalkan atau mengubah aturan tersebut.
"Misalnya, usia (capres-cawapres) itu berapa sih yang tidak melanggar konstitusi, apakah 40 melanggar, apakah 25 melanggar, apakah 70 melanggar, kalau konstitusi tidak melarang atau menyuruh berarti itu tidak melanggar," kata Mahfud.
Seperti diketahui, aturan tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres yang tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu tengah digugat ke MK. Pemohon perkara ini, mulai dari kalangan mahasiswa, pengacara, kepala daerah, hingga politisi.
Dua partai yang mengajukan gugatan syarat minimal usia capres-cawapres yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Garuda. Para pemohon mempersoalkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
Gugatan para pemohon ke MK beragam. Ada yang meminta MK mengubah syarat minimal usia capres-cawapres menjadi 21 sampai 65 tahun, ada pula yang meminta MK menurunkan syarat usia minimal capres-cawapres menjadi 25 tahun dan 35 tahun.
Selain itu, ada pemohon yang meminta MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asal punya rekam jejak sebagai kepala daerah.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ANTARA
Pilihan Editor: Mahfud MD: Kalau Tak Melanggar Konstitusi, MK Tak Boleh Mengubah Batas Usia Capres-Cawapres
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.