Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Ternate - Kepala Kepolisian Daerah Maluku Utara Brigadir Jenderal Zulkarnain meminta Kepala Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Ternate menangguhkan penahanan Adlun Fitri, tersangka pengunggah video oknum polisi lalu lintas (polantas) penerima suap saat menilang pengendara melalui media sosial.
Adlun ditetapkan sebagai tersangka setelah mengunggah video berdurasi 30 menit itu ke YouTube. "Saya telah meminta penyidik Polres Ternate menangguhkan penahanan tersangka Adlun atas kasus dugaan pencemaran nama baik Polri," kata Zulkarnain di Ternate, Sabtu, 3 Oktober 2015.
Pengacara tersangka, Maharani Carolina, membenarkan bahwa kliennya, Adlun, telah ditangguhkan penahanannya oleh para penyidik Kepolisian Resor Ternate, Maluku Utara. "Adlun dibebaskan pada Sabtu, sekitar pukul 09.00 WIT. Saya bersama keluarganya yang menjemputnya," kata Maharani.
ADLUN FIQRI BEBAS
Save Adlun, Polri: Itu Bukan Suap tapi Titip Uang
SAVE ADLUN: Bukan ke Polantas, Titip Denda Tilang ke Bank!
Meskipun telah dibebaskan, Maharani mengakui pihaknya telah memasukkan laporan resmi ke Komisi Kepolisian Nasional dan Komisi Masional Hak Asasi Manusi terkait penahanan Adlun karena ia menilai penetapan tersangka oleh penyidik tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Polisi, menurut dia, telah melakukan pelanggaran HAM.
Menurut Maharani, video yang diunggah oleh kliennya ke YouTube pada Kamis, 26 September dengan judul "Kelakuan Polisi Minta Suap di Ternate" benar-benar terjadi dan dilakukan oleh oknum anggota Satuan Lalu Lintas Polres Ternate. "Jadi video itu bukan hasil rekayasa," ujar Maharani.
Kepala Polda Zulkarnain mengemukakan meski merestui penangguhan penahanan terhadap Adlun, yang masih tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Khairun Ternate, tapi proses hukum terhadap bersangkutan berlanjut. Ia membela anak buahnya dan mengakui tindakan anggota polantas itu bukan suap.
Menurut Zulkarnain, si petugas polantas sudah melaksanakan tugas sesuai dengan standar operasional prosedural di lapangan. "Setelah saya lihat, itu perbuatan tidak menyenangkan. Di sana tidak ada peristiwa suap. Jadi si polisi hanya menilang," ujar Kepala Polda Zulkarnain.
TRAGEDI BOCAH DALAM KARDUS
Putri Kalideres Dibunuh: Siapa Si Kurus Bersweter Abu-abu?
Putri Kalideres Dibunuh: Jejak 3 Pria dan Kardus Cokelat
Dia menilai pengunggahan rekaman video itu sebagai perbuatan fitnah atau tidak menyenangkan karena ditonton banyak orang. Kapolda mengakui anak buahnya hanya melaksanakan tugas menilang seorang pengguna sepeda motor karena tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM), membonceng orang tanpa menggunakan helm, dengan ancaman hukuman denda diatas Rp250 ribu.
Pengendara motor tersebut, kata Zulkarnain, saat ditilang hanya memiliki uang Rp 115 ribu, sehingga ia meminta keringanan pengurangan pasal pelanggaran kepada polantas yang identitasnya tidak diketahui itu, yakni tidak menggunakan helm. Permohonan itu lantas dikabulkan si petugas.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Agus Rianto pernah mengatakan dugaan penyuapan terhadap anggota Kepolisian Lalu Lintas (Polantas) seperti yang tersebar melalui YouTube tidak benar.
Rekaman video dugaan penyuapan itu sebelumnya diunggah oleh Adlun Fiqri Pramadhani dengan judul "Kelakuan Polisi Minta Suap di Ternate". Gara-gara video tersebut Adlun ditahan oleh Kepolisian Daerah Mauluku karena diduga mencemarkan nama baik intitusi kepolisian, termasuk Polres Ternate.
Menurut Kepolisian, tindakan mahasiswa Universitas Khairun, Kota Ternate Selatan, tersebut digolongkan dalam perbuatan pencemaran nama baik. Karena itu, penyidik kepolisian menjerat Adlun dengan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penangkapan Adlun memantik reaksi dan simpati masyarakat terhadap Aldun, sehingga muncul gerakan #SaveAdlunFiqri di media sosial yang mendorong kepolisian untuk melepaskan Adlun pada Sabtu, 3 Oktober 2015, pukul 09.00. Menurut pengacara Adlun, penahanan kliennya ditangguhkan.
GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965
G30S 1965: Ini Alasan Amerika Mengincar Sukarno
EKSKLUSIF G30S: Sebelum Didor Aidit Minta Rokok ke Eksekutor
EKSKLUSIF: Kisah Kolonel TNI Tembak Leher Ketua CC PKI Aidit
Selanjutnya: Itu uang titipan, bukan suap
Agus menegaskan uang yang diserahkan oleh pengemudi yang diduga melanggar aturan lalu lintas kepada polantas bukan suap. "Itu bukan suap, orang itu (yang dalam video) menitip uang denda sidang karena tilang. Kalau dibilang suap, ya salah dong," kata Agus di Markas Besar Polri, Jumat, 2 Oktober 2015.
Namun pernyataan Agus, yang juga jenderal berbintang satu itu bertolak belakang dengan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan jalan, terutama aturan dalam Pasal 30.
Menurut Pasal 30 PP Nomor 80 tahun 2012, pembayaran uang denda tilang pelanggaran lalu lintas dilakukan setelah adanya putusan pengadilan. "Atau dapat dilakukan saat pemberian surat tilang dengan cara penitipan kepada bank yang ditunjuk oleh pemerintah," demikian bunyi pasal tersebut.
Sesuai aturan tersebut pembayaran uang denda setelah adanya putusan pengadilan dilakukan jika pelanggar atau kuasanya menghadiri persidangan. Besar pembayaran uang denda harus sesuai dengan putusan pengadilan. Menurut UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas denda maksimal Rp 500 ribu.
Sesuai PP Nomor 80 Tahun 2012 itu, begini prosedur penitipan denda tilang seperti yang disarikan dari Pasal 28, 29, 30, 31:
1. Surat bukti pelanggaran atau tilang harus dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum elektronik.
2. Surat tilang disampaikan kepada pelanggar sebagai pemberitahuan dan panggilan untuk hadir dalam sidang pengadilan.
3. Jika pelanggar tidak dapat memenuhi panggilan untuk hadir dalam sidang pengadilan, pelanggar dapat menitipkan uang denda melalui bank yang ditunjuk oleh Pemerintah.
4. Surat tilang dan alat bukti disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat terjadinya pelanggaran paling lama 14 hari sejak terjadinya pelanggaran.
5. Jika pelanggar menitipkan uang denda melalui bank yang ditunjuk oleh pemerintah, bukti penitipan uang denda dilampirkan dalam surat tilang.
6. Pelaksanaan persidangan pelanggaran lalu lintas sesuai hari sidang yang tersebut dalam surat tilang.
7. Persidangan dilaksanakan dengan atau tanpa kehadiran pelanggar atau kuasanya.
Pasal 30
8. Pembayaran uang denda tilang pelanggaran lalu lintas dilakukan setelah adanya putusan pengadilan atau dapat dilakukan pada saat pemberian surat tilang dengan cara penitipan kepada bank yang ditunjuk pemerintah.
9. Pembayaran uang denda setelah adanya putusan pengadilan dilakukan jika pelanggar atau kuasanya menghadiri persidangan.
10. Besar pembayaran uang denda harus sesuai dengan yang ditetapkan dalam putusan pengadilan.
11. Bukti penitipan uang denda dinyatakan sah jika dibubuhi stempel dan tanda tangan petugas bank jika penitipan uang denda dilakukan secara tunai atau format bukti penyerahan atau pengiriman uang denda jika penitipan dilakukan melalui alat pembayaran elektronik.
12. Jika denda yang diputus pengadilan lebih kecil dari uang titipan untuk membayar denda yang dititipkan, jaksa selaku pelaksana putusan pengadilan memberitahukan kepada pelanggar melalui petugas penindak untuk mengambil sisa uang titipan paling lama 14 hari kerja setelah putusan pengadilan diterima.
13. Sisa uang titipan denda yang tidak diambil dalam kurun waktu 1 tahun sejak putusan
pengadilan dijatuhkan disetorkan ke kas negara.
LARISSA HUDA | ANTARANEWS | BC
BERITA MENARIK
G30S:Kisah Diplomat AS yang Dituduh Bikin Daftar Nama Target
Putri Kalideres Dibunuh: Jejak 3 Pria dan Kardus Cokelat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini