Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Cerita dari blora

Ratusan sapi biasa dan banpres di blora mati diracun orang. tersangka, sulas, ditangkap. diduga ada sindikat untuk membeli sapi-sapi itu dengan harga murah.(krim)

31 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAPI milik Dalimin tiba-tiba mati di kandang, dengan mulut berbuih. Dalimin heran karena sore hari sebelumnya, ternak kesayangannya itu masih segar bugar. Tak ada tanda-tanda sapinya itu mengidap penyakit. Tanpa banyak cingcong, sapi dikuburkan. Dan tak lama, muncul seseorang yang menanyakan perihal sapinya itu. Dalimin, 43, yang tinggal di Desa Jiken, Blora, menjadi bertanya-tanya. Jangan-jangan kematian sapinya tidak wajar. Memang benar. Dua pekan lalu, beberapa hari setelah Dalimin mendapat musibah, Polsek Jiken menangkap seorang tersangka yang diduga suka menebar maut bagi sapi-sapi. Tersangka itu, Sulas, diduga sering meracuni sapi menggunakan racun tikus atau racun serangga. Memasuki bulan Puasa, kasus kematian sapi di daerah Blora, Jawa Tengah, memang terasa meningkat. Tercatat sudah 19 ekor sapi - 9 di antaranya sapi Banpres (Bantuan Presiden) - yang mati secara tidak wajar. Jumlah yang sebenarnya mungkin jauh lebih banyak. Hanya saja si pemilik enggan melapor karena tak menaruh curiga atas kematian sapinya. Sejak Januari, setelah diselidiki, ternyata sapi tadi mati akibat menelan racunkata pihak polisi. Mula-mula soal racun itu memang banyak yang meragukannya. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Blora, R. Mujoko, termasuk yang menyangsikannya. Apalagi bila yang mau kena racun itu dikabarkan sapi Bantuan Presiden, ia dengan keras membantah. "Itu kecelakaan biasa, bukan karena ada yang meracuni. Mungkin karena ada yang iri terhadap Blora sebagai pusat sapi diJawa Tengah, maka ada yang menyebarkan kabar itu," katanya kepada TEMPO. Yang menjadikan orang curiga, karena begitu ada sapi yang mati, lalu muncul seseorang yang berniat membelinya. Tentu saja dengan harga bantingan. Seekor sapi, yang bila dalam keadaan sehat berharga Rp 400 ribu, ditawar dengan harga sepersepuluhnya. Si pemilik meluluskan, supaya tak kelewat menanggung rugi. Tak tahunya si pembeli itulah rupanya yang punya ulah. Sulas kini ditahan polisi, dan terus diperiksa. Lalu kata I Nengah Nadha, Mayor Polisi Kapolres Blora, bahwa soal orang meracuni sapi itu memang benar-benar ada. Cuma jumlahnya saja yang belum pasti. "Kami menduga, ia tak bekerja sendiri. Sangat mungkin para peracun sapi itu bergabung dalam suatu sindikat," ujar Mayor I Nengah Nadha pula. Sejauh ini, tiga daerah yang dianggap rawan terhadap peracunan adalah Kecamatan Jiken, Jepon, dan Tunjung. Dugaan polisi sangat mungkin benar. Sebab, bagaimana peracun hanya satu atau dua orang, sementara mereka harus menebarkan racun, memantau sapi mana yang mulai sekarat, lalu membelinya, kemudian menjualnya sebagai daging sapi. Sementara dari segi jumlah korban, menurut seorang penduduk, sejak awal tahun di seluruh Kabupaten Blora setidak ada 200-an sapi kena racun. Jumlah itu memang tak bisa dicek dengan segera. Para peracun umumnya menaburkan racun di tempat penggembalaan. Tidak jarang pula racun ditaburkan di tumpukan rumput dalam kandang, di saat si empunya sapi lengah. Dalam beberapa jam, racun akan bekerja, dan esok harinya hampir bisa dipastikan sapi yang keracunan itu sudah sekarat atau mati. Nah, di saat seperti itulah muncul seseorang yang berniat membeli ternak yang tak mungkin tertolong lagi itu. SETELAH transaksi terjadi, sapi dipotong-potong dan kemudian dijual dalam bentuk daging. Selain dilego ke pasar, daging haram dan tidak higienis itu diduga banyak yang disalurkan kepada pengusaha abon atau dendeng. Di Jiken, Sulas dikenal sebagai pedagang sapi. Karenanya, tak banyak yang menaruh syak, bila ia tiba-tiba muncul dan menawar sapi yang sudah sekarat atau mati. Ia diketahui memang sering keluar masuk kampung mencari dagangan. Ia ditangkap karena laporan seorang penduduk bahwa Sulas terlihat menaburkan racun di tempat penggembalaan. Di depan polisi Sulas mengelak. Ia menebar racun untuk membasmi babi hutan. Kalaupun kemudian ada sapi yang mati, katanya, itu jelas kasus kecelakaan. Belum jelas apa memang babi hutan suka nyelonong masuk padang penggembalaan sapi. Blora sudah lama memang merupakan daerah ternak sapi. Menurut catatan, jumlah sapi yang dimiliki penduduk mencapai jumlah 200-an ribu. Populasi sapi di daerah ini memang cukup tinggi, tampaknya Blora memang daerah subur untuk sapi. Kini, polisi masih melacak beberapa tersangka lain yang diduga sering menyatroni sapi. Menjelang Lebaran, diperkirakan mereka akan meningkatkan operasinya. "Motif mereka memang sekadar mencari untung besar. Tak peduli yang diracuni sapi Banpres atau bukan," tutur Mayor Nadha. Dan sapi Banpres atau bukan, memang sama-sama tak kebal racun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus