Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto selesai menjalani pemeriksaan selama dua jam di Polda Metro Jaya, Selasa siang. Dia dimintai keterangan mengenai pernyataannya di sebuah stasiun televisi nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kuasa Hukum Hasto, Patra M. Zen mengatakan, saat pemeriksaan berlangsung, Hasto justru bertanya kepada penyidik mengenai apa pernyataannya yang dinilai menghasut, menyebarkan berita bohong, dan bahkan membuat keonaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Justru itu yang ditanyakan Pak Hasto tadi dalam pemeriksaan. Sebelum melanjutkan, Pak Hasto tadi bertanya malah, klarifikasi, pernyataan apa yang katanya menghasut, pernyataan yang katanya membuat keonaran," ujar Patra saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 4 Juni 2024.
Patra menyebut, pernyataan Hasto yang dipersoalkan itu disampaikan dalam sebuah acara televisi. Karena itu, kata Patra, pernyataan Hasto merupakan produk jurnalistik yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers. "Ini yang dipermasalahkan pengadu atau pelapor, produk jurnalistik, produk teman-teman jurnalis. Mestinya ke Dewan Pers," tutur dia.
Menurut Hasto, pernyataannya di stasiun televisi itu merupakan aspirasi atas apa yang terjadi di Pemilu 2024. Dia mengklaim, pernyataannya itu sudah dibuktikan oleh banyak pakar dan juga dissenting opinion dari tiga hakim MK dalam putusan sengketa Pilpres.
"Semuanya pernyataan-pernyataan saya ini menjadi suatu landasan dari proses hukum yang dilakukan di MK," ujar Sekjen PDIP itu.
Hasto menyebut, pelapor menganggap pernyataannya di acara tersebut merupakan penghasutan yang dapat menciptakan kerusuhan. "Penyataan saya itu dianggap sebagai suatu bentuk penghasutan yang membuat adanya tindak pidana dan membuat adanya suatu berita bohong yang menciptakan kerusuhan," tutur Hasto.
Adapun Hasto diperiksa dengan dugaan tindak pidana penghasutan dan atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat pemberitaan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat. Kasus ini dilaporkan oleh Hendra dan Bayu Setiawan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.
Hal itu dimaksud dalam Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.