Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Dipecat DKPP, Komisioner KPU Evi Novida akan Mengajukan Gugatan

Menurut komisioner KPU Evi Novida Ginting, gugatan pada DKPP atas pemecatan dirinya akan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

19 Maret 2020 | 20.15 WIB

Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama (dari kiri) Sekjen KPU Arif Rahman Hakim, Komisioner Wahyu Setiawan, Ilham saputra, Viryan, Evi Novida Ginting Manik dan Pramono Ubaid Tanthowi, menekal tombol secara simbolis Peluncuran Pemilihan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2018 di gedung KPU, Jakarta, 14 Juni 2017. KPU secara resmi meluncurkan dimulainya tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah Serentak 2018. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama (dari kiri) Sekjen KPU Arif Rahman Hakim, Komisioner Wahyu Setiawan, Ilham saputra, Viryan, Evi Novida Ginting Manik dan Pramono Ubaid Tanthowi, menekal tombol secara simbolis Peluncuran Pemilihan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2018 di gedung KPU, Jakarta, 14 Juni 2017. KPU secara resmi meluncurkan dimulainya tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah Serentak 2018. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta-Komisioner Komisi Pemilihan Umum atau KPU Evi Novida Ginting Manik  akan menggugat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena putusan pemecatan dirinya. Evi menilai pemecatan dalam putusan bernomor 317-PKE-DKPP/X/2019 itu berlebihan dan tak memiliki dasar hukum.

"Saya akan mengajukan gugatan untuk meminta pembatalan putusan DKPP. Dalam gugatan tersebut saya akan menyampaikan alasan-alasan agar pengadilan dan publik dapat menerima adanya kecacatan hukum dalam putusan DKPP ini," kata Evi dalam keterangannya, Kamis, 19 Maret 2020.

Menurut Evi, gugatan akan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dia berujar gugatan akan didaftarkan segera setelah selesai disusun. "Mungkin tiga hari ke depan selesainya," ujar dia melalui pesan teks kepada wartawan.

Evi juga menyatakan keberatan atas pemecatan tersebut. Dia menilai, DKPP tak memiliki dasar untuk menggelar sidang etik karena pengadu, Hendri Makaluasc, sudah mencabut aduannya pada 13 November 2019.

Evi juga berdalih bahwa DKPP hanya memiliki kewenangan pasif seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni melakukan pemeriksaan berdasarkan pengaduan. Dewan etik, kata dia, tak lagi memiliki dasar untuk menggelar sidang setelah pengaduan itu dicabut.

Selain itu, Evi menyoal jumlah anggota DKPP yang hadir dalam sidang putusan pemecatan dirinya. Kata dia, sidang itu tidak sah karena hanya dihadiri empat orang anggota. Evi menyebut hal ini bertentangan dengan Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2019 yang mewajibkan pleno pengambilan keputusan minimal dihadiri lima orang. "Putusan ini cacat hukum, akibatnya batal demi hukum dan semestinya tidak dilaksanakan," ujar dia.

Ia juga mengatakan KPU hanya melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa hasil pemilu yang diajukan Hendri Makaluasc. Kata Evi, MK dalam putusannya hanya mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc.

Terakhir, Evi mengaku tak memiliki kesempatan membela diri dalam sidang DKPP . Evi mengatakan tak bisa menghadiri sidang pemeriksaan dirinya karena sedang menjalani operasi usus buntu.

DKPP sebelumnya memecat Evi dan memberikan peringatan keras kepada lima komisioner KPU RI lainnya. DKPP menilai mereka terbukti melanggar etik karena mengintervensi penetapan suara calon terpilih DPRD Kalimantan Barat.

BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus