Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya, Heru Hanindyo, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena menerima suap dan gratifikasi dalam perkara vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Heru bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Heru Hanindyo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso di ruang sidang Kusuma Atmadja 2, Kamis, 8 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam putusan itu, Heru juga wajib membayar denda Rp 500 juta. Apabila denda tak dibayar, diganti dengan pidana badan selama 3 bulan.
Heru terbukti menerima uang Rp 1 miliar dan 156 ribu dolar Singapura dari pengacara Ronald, Lisa Rahmat. Suap itu untuk mengondisikan Heru dan dua rekannya di majelis hakim—Erintuah Damanik dan Mangapul—agar membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Vonis majelis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Heru dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Jaksa menyebut total suap untuk tiga hakim itu mencapai Rp4,6 miliar, terdiri dari rupiah dan mata uang asing.
Setelah sidang, Heru berkonsultasi sebentar dengan kuasa hukumnya. “Kami pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” ujar penasihat hukum Heru. Jaksa pun menyatakan hal serupa.
Vonis Heru dibacakan terpisah setelah putusan untuk Erintuah dan Mangapul, yang masing-masing divonis 7 tahun penjara. Kasus ini bermula dari permintaan ibu Ronald kepada pengacaranya untuk mengatur agar anaknya divonis bebas.
Uang pun mengalir, dan vonis bebas akhirnya dijatuhkan. Namun Mahkamah Agung telah membatalkan putusan itu dan menghukum Ronald lima tahun penjara lewat kasasi.