Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulyono memacu sepeda motornya di Jalan Sudirman, Pekanbaru. Pagi itu, Senin dua pekan lalu, sekitar pukul 09.30, jalanan masih agak lengang. Lelaki 58 tahun itu tak menyadari bahaya yang mengancam. Dua sepeda motor rupanya diam-diam menguntitnya.
Tiba-tiba satu sepeda motor memepet Mulyono. Lalu, brak, pengemudinya menendang. Mulyono tersungkur. Kepalanya membentur trotoar. Seorang penyerang melompat turun, merampas tas dari balik jaket Mulyono. Kawanan perampok itu kabur, meninggalkan korban yang tewas bersimbah darah. "Tiga pelaku telah kami tangkap. Satu masih buron," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Pekanbaru Komisaris Besar Robert Haryanto, Rabu pekan lalu.
Pada hari nahas itu, Mulyono hendak menyetor uang ke Bank Permata. Tas berisi uang Rp 300 juta dia sisipkan di balik jaketnya. "Bapak biasa pergi sendiri," ujar Putra, anak Mulyono, di toko kelontong ayahnya di Jalan Harapan Raya, Kamis pekan lalu. Menurut Putra, uang yang dibawa bapaknya itu hasil jualan barang-barang di toko mereka.
Sekitar satu jam setelah peristiwa itu, pukul 10.41, berita perampokan tersebut muncul di situs media online Pekanbaruexpress.com. Judulnya: "Hendak Menyetor Uang ke Bank Permata, Pria Paru Baya Tewas Bersimbah Darah Setelah Dijambret". Di akhir berita, tercantum kode "Eed" sebagai penulis laporan. Warga Pekanbaru pun geger.
Kawanan perampok diciduk sehari kemudian. Yang pertama tertangkap adalah Edison Efrizal Purba, 29 tahun. Dia dicokok di rumahnya di Jalan Amaliah, Siak Hulu, Kampar. Edison tertangkap gara-gara meracau soal perampokan itu ketika mabuk di kedai tuak. Polisi juga menangkap Monang Simanjuntak, 34 tahun, dan Amin Fauzi, 37 tahun. Adapun teman mereka yang lain, Yusuf, kini buron.
Kepada polisi, Edison dan dua temannya mengaku sebagai aktivis serikat buruh. Namun, ketika mereka digelandang ke kantor polisi, ada yang mengenali Edison sebagai wartawan. Dicecar, Edison pun buka mulut. Dia mengaku bahwa ia yang menulis berita perampokan itu di Pekanbaruexpress.com. Menurut polisi, Edison merupakan otak perampokan. Dia mendapat info soal kebiasaan Mulyono menyetor uang dari Damanik dan Nainggolan, tukang parkir di depan toko korban. Keduanya juga buron.
Perampokan direncanakan sejak Juli lalu. Namun Edison dan kawan-kawan pernah dua kali gagal. Pada Juli lalu, Mulyono lolos karena memacu kencang sepeda motornya. Agustus lalu, rencana perampokan gagal karena jalanan terlalu ramai.
Polisi menyita uang Rp 33,25 juta dari tangan Monang dan Amin. Polisi menduga sisa uang rampokan terbesar dibawa kabur oleh Yusuf. Dalam catatan polisi, Monang baru enam bulan keluar dari penjara. Dia dihukum tujuh tahun karena merampok di kawasan Labersa, Siak Hulu. Sedangkan Amin Fauzi pernah dipenjara di Polres Bangkinang.
Adapun Edison, menurut polisi, belum punya catatan kriminal. Tapi polisi menemukan pistol rakitan plus enam butir peluru di rumahnya. Kepada polisi, Edison mengaku sering meminjamkan senjata itu kepada Monang.
Ditemui di sel tahanan Kepolisian Sektor Pekanbaru Kota, Edison mengaku "gelap mata" dengan uang ratusan juta. "Saya banyak utang," kata lelaki yang baru menikah sebulan lalu itu. Edison mengaku sebagai perencana dua kali penjambretan yang gagal itu. Tapi, soal perampokan yang membuat Mulyono tewas, dia membantah terlibat. Ia menyatakan berada di lokasi kejadian untuk melakukan liputan.
Menurut Edison, perampokan terakhir itu inisiatif Monang. Dia tak diberi tahu. Tapi, begitu tahu korbannya Mulyono, Edison menduga pelakunya adalah Monang, dan ia pun mengirim pesan pendek. Isinya: "Bang bahaya ni kerjaan. Korban meninggal. Mana bagianku." Menurut Edison, gara-gara SMS itulah ia terseret kasus ini.
Pemimpin Umum Pekanbaruexpress.com Adlis membenarkan kabar bahwa Edison bekerja di media yang ia dirikan pada 2011. Namun dia mengaku tak tahu sepak terjang Edison di lapangan. Pekanbaruexpress.com, kata Adlis, tak mempekerjakan wartawan yang digaji tetap. Mereka hanya diberi kebebasan mencari iklan. "Dari iklan, mereka mendapat uang," ujarnya. Adlis mengklaim medianya digarap secara profesional.
Hingga Rabu pekan lalu, berita perampokan yang ditulis Edison masih tayang. Belakangan, Adlis menghapus berita itu, sekalian dengan susunan redaksinya. "Kami jadi bulan-bulanan di media sosial," ucapnya.
Riyan Nofitra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo