Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Koalisi Organisasi Masyarakat Adat dan Sipil Gugat UU Konservasi ke Mahkamah Konstitusi

Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan masyarakat adat gugat UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ke Mahkamah Kosntitusi.

20 September 2024 | 02.38 WIB

Perwakilan komunitas Masyarakat Adat dan organisasi masyarakat sipil menuntut pencabutan dan pembatalan Undang-undang Konservasi ke Mahkamah Konstituasi pada 19 September 2024.
Perbesar
Perwakilan komunitas Masyarakat Adat dan organisasi masyarakat sipil menuntut pencabutan dan pembatalan Undang-undang Konservasi ke Mahkamah Konstituasi pada 19 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan masyarakat adat mengajukan permohonan uji formil terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Para pemohon terdiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan perwakilan masyarakat adat Ngkiong, Mikael Ane. Mereka tergabung dalam Koalisi untuk Konservasi Berkeadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Manajer Kajian Kebijakan Walhi, Satrio Manggala, menilai beleid ini secara formil tidak sesuai dengan asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Padahal, tanpa keterbukaan, undang-undang itu tak memiliki partisipasi yang bermakna.

Walhi memberikan masukan terhadap penyusunan aturan ini. Namun masukan itu belum mendapatkan respons. "Kami tidak mendapatkan alasan dan kejelasan,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 19 September 2024.

Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, mengatakan undang-undang ini tak melibatkan partisipasi penuh dan efektif dari masyarakat adat. Padahal, mereka adalah kelompok masyarakat yang terdampak langsung dari undang-undang tersebut.

Rukka juga menilai UU KSDAHE ini secara substansi menegasikan keberadaan masyarakat adat sebagai subjek dalam penyelenggaraan konservasi. Bahkan berpotensi merampas wilayah adat dan melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat adat melalui perluasan preservasi.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Kiara, Susan Herawati, mengatakan, dengan tidak adanya partisipasi yang bermakna dari masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, akan ada pengetahuan, budaya, dan kearifan lokal yang tak terakomodasi.

Susan menilai undang-undang ini bertentangan dengan hak konstitusional nelayan dan masyarakat pesisir. Beberapa di antaranya adalah hak untuk mengakses laut dan hak mendapatkan manfaat dari pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

Para pemohon mendesak MK membatalkan undang-undang UU KSDAHE karena mereka nilai tak memiliki kejelasan tujuan, tak memenuhi asas kedayagunaan, dan dilakukan tertutup. Jika tidak, mereka mendesak MK setidaknya memerintahkan pembentuk undang-undang memperbaiki produk hukumnya dengan melibatkan masyarakat adat dan komunitas yang memiliki fokus isu konservasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus