Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyerahkan barang rampasan berupa tanah dan bangunan dari perkara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M. Akil Mochtar kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak.
Baca: KPK Hibahkan Rumah Akil Moctar ke Kejaksaan Agung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Besok, 5 Maret 2019, KPK akan menyerahkan barang rampasan kepada KPKNL Pontianak. Mekanisme penyerahan melalui Penetapan Status Penggunaan (PSP) yang telah mendapat persetujuan Kementerian Keuangan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Senin, 4 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Barang rampasan tersebut berupa tanah dan bangunan perkara Akil Mochtar yang bernilai sekitar Rp764,5 juta. Tanah dan bangunan itu berada di Parittokaya, Pontianak, Kalimantan Barat. KPKNL Pontianak akan menggunakannya untuk rumah dinas.Suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Dalam kasus suap pengaturan sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang ini, Akil divonis 5 tahun penjara. Dok. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
Penyerahan akan dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kalbar di Pontianak. "Dari pihak KPK diwakili oleh Deputi Bidang Penindakan KPK Firli dan dari pihak KPKNL Pontianak akan diwakili oleh Kepala KPKNL Pontianak Agus Hari Widodo," ucap Febri.
Selain itu, kata dia, acara serah terima itu juga dihadiri oleh Plt Koordinator Unit Kerja Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi KPK Titik Utami dan Kepala Kantor DJKN Pontianak Edih Mulyadi.
"Kami berharap penyerahan barang rampasan ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelaksanaan tugas KPKNL Pontianak," kata Febri.
Baca juga: KPK Serahkan Aset Fuad Amin dan Sutan Bathoegana ke Kejaksaan
Selain itu, Febri menambahkan, KPK juga mengingatkan pada seluruh penyelenggara negara agar tidak melakukan korupsi, apalagi jika hasil korupsi digunakan untuk membeli aset-aset tertentu. "Karena hal tersebut berisiko dijerat tindak pidana pencucian uang dan ketika sudah terkena proses hukum akan dikembalikan pada negara agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas," kata Febri.