Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa sejumlah uang dan dokumen dari penggeledahan dua lokasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Penggeledahan dilakukan pada Ahad, 19 September 2021 untuk perkara dugaan suap.
Dua lokasi yang didatangi KPK ialah rumah tersangka Maliki (MI) yang merupakan pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara. Berikutnya rumah dinas Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid.
"Dari lokasi ini tim penyidik menemukan dan mengamankan sejumlah uang, berbagai dokumen, dan barang elektronik yang diduga terkait dengan perkara," ucap pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Senin, 20 September 2021.
Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara periode 2021-2022. "Selanjutnya bukti-bukti ini akan dicek untuk mengetahui lebih jauh keterkaitannya dengan para tersangka dan nantinya akan dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara," tutur Ali.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap tersebut. Mereka adalah Maliki sebagai penerima. Lalu dari pihak swasta, sebagai pemberi ialah Marhaini (MRH), yang merupakan Direktur CV Hanamas. Kemudian ada Fachriadi (FH) dari pihak swasta selaku Direktur CV Kalpataru.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara telah merencanakan melelang proyek irigasi. Jenisnya ialah rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan harga perkiraan Rp 1,9 miliar. Lalu ada lagi proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan harga perkiraan Rp 1,5 miliar.
Sebelum lelang muncul di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga sudah lebih dahulu memberikan persyaratan lelang kepada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen atau fee 15 persen.
KPK menjerat Marhaini dan Fachriadi dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.
Sementara Maliki dijerat oleh KPK dengan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini