Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

LHKPN Banyak Kekurangan, Eks Komisioner KPK: Akibat Kelemahan Hukum

Hukuman bagi pelanggar LHKPN tidak efektif sebab tindaklanjut laporan pelanggaran wajib diserahkan kepada pemimpin instansi masing-masing.

5 Maret 2023 | 03.30 WIB

Ilustrasi suap
Perbesar
Ilustrasi suap

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengatakan masih banyak kelemahan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN.

Direktur Eksekutif Kemitraan tersebut menilai perlu banyak perbaikan dalam sistem dan mekanisme LHKPN. Pokok masalah lemahnya sistem LHKPN di Indonesia adalah kelemahan hukum pemberantasan korupsi, terutama bidang unexplained wealth dan illicit enrichment

"Keduanya belum dianggap sebagai kejahatan. Jadi sulit merampas aset penjahat. Karena sampai sekarang belum ada Undang-Undang Perampasan Aset," ujar Laode pada kepada Tempo pada Sabtu lalu, 4 Maret 2023, via pesan tertulis. 

Harta kekayaan pejabat negara, terutama di kemenkeu, menjadi sorotan publik setelah harta kejayaan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo terungkap di media. Menurut LHKPN dia memiliki harta kekayaan Rp 56 miliar yang dinilai tidak wajar karena dia pejabat Eselon III.

Menurut Laode Muhammad Syarief, LHKPN belum ada sistem red flag yang otomatis menandai harta pejabat negara yang janggal. Maka sulit memetakan harta kekayaan pejabat yang mencurigakan.

Kelemahan yang lain, Laode melanjutkan, adalah akibat minimnya personel yang mengelola LHKPN. Walhasil pengawasan terhadap LHKPN tidak maksimal.

KPK pernah mengakui masih banyak celah mekanisme pelaporan LHKPN. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan pun menyebut belum ada sanksi tegas bagi pejabat yang memanipulasi pengisian LHKPN. 

"Sanksinya jangan hanya administratif," ucap Pahala di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu lalu, 1 Maret 2023.

Pahala menilai hukuman bagi pelanggar LHKPN tidak efektif sebab tindaklanjut laporan pelanggaran wajib diserahkan kepada pemimpin instansi masing-masing. 

"Yang jadi masalah kalau pimpinannya juga tidak tertarik dengan LHKPN."

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyebut sistem LHKPN saat ini belum sempurna. Salah satunya, LHKPN tidak mencakup kenaikan nilai harta sehingga seringkali harta kekayaan pejabat membengkak meski sejatinya tidak memiliki penambahan wujud materiil. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dia mencontohkan, pejabat beli tanah pada 2010 seharga Rp 1 miliar sehingga sekarang bisa menjadi Rp 5 miliar.

"Nah, ini barangkali salah satu yang harus diperbaiki di LHKPN," ujar Alexander Marwata.

Pilihan Editor: Kasus Rafael Alun Trisambodo, KPK Bicara Anomali LHKPN Pejabat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus