Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan penyidik dapat kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik), sehingga penyidikan dapat kembali dilakukan secara ideal dan benar, meskipun praperadilan telah membatalkan status tersangka atas seseorang.
"Hal ini harus dipahami, bahwa sepanjang prosedur penyidikan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka penyidikan baru tetap dapat dilakukan," ujar hakim konstitusi, Anwar Usman, ketika membacakan pertimbangan Mahkamah Konstitusi di gedung MK, Jakarta, Selasa, 10 Oktober 2017.
Baca juga: Pakar Hukum Sebut Putusan Praperadilan Setya Novanto Bisa Gugur
Selain itu, MK tidak sependapat dengan argumentasi pemohon yang menyebutkan persyaratan penetapan tersangka harus menyertakan dua alat bukti baru yang sah dan belum pernah diajukan dalam sidang praperadilan serta berbeda dari alat bukti sebelumnya, yang berkaitan dengan materi perkara.
Dalam hal ini, MK berpendapat alat bukti yang digunakan pada penyidikan terdahulu dapat ditolak karena alasan formalitas belaka yang tidak terpenuhi.
Baca juga: Curhat Laode Syarif Soal Praperadilan Setya Novanto ke Iluni
"Alat bukti tersebut baru dapat dipenuhi secara substansial oleh penyidik pada penyidikan yang baru. Dengan demikian, sesungguhnya alat bukti dimaksud telah menjadi alat bukti baru," kata Anwar.
Karena itu, alat bukti yang telah disempurnakan penyidik tersebut tidak boleh dikesampingkan dan tetap dapat dipergunakan sebagai dasar penyidikan yang baru serta dasar untuk menetapkan kembali seorang menjadi tersangka.
Baca juga: Praperadilan Setya Novanto, MA: Tak Hilangkan Perbuatan Pidana
Perkara ini diajukan tersangka kasus restitusi pajak PT Mobile 8, Anthony Chandra Kartawiria, yang pernah mengajukan permohonan praperadilan dan dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 November 2016.
Namun penyidik kemudian kembali menerbitkan sprindik, yang dinilai pemohon hanya dengan memodifikasi sedikit materi dugaan tindak pidana.
Baca juga: Setya Novanto Menang Praperadilan, KPK Buka Opsi Sprindik Baru
Atas kejadian tersebut, pemohon merasa mengalami ketidakpastian hukum sehingga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Atas permohonan tersebut, amar putusan MK menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini