Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Panitia Seleksi Ahli Polisi

Presiden menetapkan sembilan nama anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK. Sebagian memiliki kedekatan dengan polisi.

8 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENCANA anjangsana ke petinggi Markas Besar Kepolisian RI sudah disiapkan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023 jauh-jauh hari. Tiga hari setelah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada pertengahan Mei lalu, Panitia Seleksi langsung menyusun rencana audiensi ke Kepolisian.

Salah satu tujuan kunjungan tersebut adalah meminta korps baju cokelat mengirimkan personelnya mengikuti seleksi. “Rencananya, kunjungan itu akan dilakukan pekan ini,” ujar Yenti Garnasih, Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, pada Jumat, 7 Juni lalu.

Selain ke Mabes Polri, Panitia ­Seleksi akan menemui petinggi Badan Intelijen Negara. Misinya pun sama: meminta lembaga itu menyiapkan calon untuk mengikuti seleksi pemimpin KPK. Panitia Seleksi juga akan melakukan audiensi dengan petinggi Kejaksaan Agung dan Komisi Pembe­rantasan Korupsi. “Ini upaya kami menjemput bola,” ujar Yenti, yang menjadi anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK periode sebelumnya.

Pada 17 Mei lalu, Presiden Jokowi ­menetapkan sembilan nama anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK. Selain Yenti, ada guru besar Universitas Krisna­dwipayana, Indriyanto Seno Adji, merangkap wakil ketua. Tujuh lainnya adalah Harkristuti Harkrisnowo, bekas Direktur Jenderal Perlindungan Hak Asasi Manusia; Hamdi Moeloek, pakar psikologi politik Universitas Indonesia; Marcus Priyo Gunarto, guru besar pidana Universitas Ga­­djah Mada; Hendardi, pendiri Setara Institute; Al Araf, Direktur Imparsial; Diani Sadia Wati, bekas anggota staf ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional; dan Mualimin Abdi, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia.

Menurut Yenti, sepekan sebelum namanya diumumkan Istana, dia dihubungi salah satu deputi Sekretariat Negara. Yenti, yang saat itu tengah berada di perguruan tinggi tempatnya mengajar, Universitas Trisakti, ditanya sang penelepon tentang kesediaannya jika diusulkan sebagai anggota Panitia Seleksi. Hal yang sama disampaikan Marcus Priyo Gunarto dan Hendardi. Marcus mengaku dia sedang menyetir ketika ditelepon seorang pejabat Sekretariat Negara. “Saya cuma ditanya soal kesediaan,” ujarnya.

Tiga hari kemudian, mereka dijadwalkan bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Namun Pratikno men­da­dak berhalangan dan digantikan Moeldoko. Dalam pertemuan tersebut, Panitia ­Se­leksi diberi waktu menyetorkan nama ke Presiden paling lambat akhir September.

Nama yang disetorkan dua kali jumlah komisioner yang dibutuhkan. Selanjutnya, nama-nama itu diserahkan Presiden ke Dewan Perwakilan Rakyat. “Pendaftaran dibuka pada 17 Juni hingga 4 Juli 2019,” kata Yenti.

Panitia Seleksi kali ini mendapat sorotan tak sedap dari para pegiat antikorupsi­ dan kalangan internal KPK. Indonesia Corruption­ Watch menyoroti sejumlah nama anggota Panitia Seleksi yang dianggap terlalu sering menjadi ahli Kepolisian di pelbagai persidangan. Mereka khawatir komposisi Panitia Seleksi ini akan menguntungkan kandidat-kandidat dari Kepolisian. “Komposisinya tidak ideal,” ujar Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.

Karena kedekatan sebagian anggota ­Panitia Seleksi dengan polisi, Wadah ­Pegawai KPK bahkan mendesak Presiden mengocok ulang Panitia Seleksi. Ada keraguan bahwa mereka tidak bisa independen. “Panitia Seleksi harus ditinjau ulang,” ujar Yudi Purnomo, Ketua Wadah Pegawai KPK.

Salah satu nama yang disorot dekat dengan Kepolisian adalah Yenti. Ahli pidana pencucian uang itu widyaiswara (peng­ajar) di Kepolisian. Yenti mengatakan, selama ini, kedekatannya dengan polisi hanya berkaitan dengan posisinya sebagai ahli pidana pencucian uang. Ia menepis tudingan akan memprioritaskan kandidat-kandidat dari polisi. “Perwakilan Kepolisian itu harus ada, bukan berarti semua harus polisi,” tuturnya.

Nama lain yang disorot karena kedekatannya dengan polisi adalah Hendardi dan Indriyanto Seno Adji. Keduanya penasihat ahli Kepala Kepolisian RI. Menurut ­Hendardi, posisi itu tidak membuatnya membuka peluang bagi polisi untuk bisa cawe-cawe dalam seleksi. “Sistemnya sudah ada. Ada sembilan anggota Panitia Seleksi. Tidak ditentukan satu orang,” ucapnya.

Nama lain yang disebut dekat dengan polisi adalah Marcus Priyo Gunarto. Marcus mengatakan dia beberapa kali memang dijadikan saksi ahli oleh penyidik Kepolisian dalam kasus pidana. Ia juga pernah menjadi ahli untuk Kepolisian di sidang Mahkamah Konstitusi. “Tapi, secara personal, saya tidak dekat dengan petinggi Kepolisian,” ujar Marcus.

MUSTAFA SILALAHI, ANTON APRIANTO, FRISKI RIANA, ANDITA RAHMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus