Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIDANG pembacaan gugatan Sjamsul Nursalim terhadap hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan akan digelar Rabu, 12 Juni ini, di Pengadilan Negeri Tangerang. Majelis hakim yang dipimpin Serliwaty memutuskan melanjutkan persidangan setelah upaya mediasi pada pertengahan Mei lalu kandas. Lewat pengacara Otto Hasibuan, Sjamsul memasukkan gugatan pada 12 Februari lalu. “Proses sidangnya masih berjalan,” ujar Otto pada awal Juni lalu.
Gugatan itu perlawanan Sjamsul atas laporan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan yang terbit pada 25 Agustus 2017. Hasil audit mengungkap kerugian negara dari dugaan korupsi pemberian surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia untuk Sjamsul selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia. Tergugat pertamanya I Nyoman Wara, auditor yang memegang audit tersebut, sementara Badan Pemeriksa Keuangan sebagai tergugat kedua.
Karena Nyoman berdomisili di Tangerang, gugatan diajukan ke pengadilan kota itu. Ada tujuh tuntutan dalam gugatan tersebut. Sjamsul meminta hakim menyatakan audit tidak sah, cacat hukum, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Konglomerat yang kini menetap di Singapura itu juga meminta hakim menyatakan I Nyoman Wara dan BPK melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurut Otto Hasibuan, gugatan dilayangkan karena pihaknya menganggap BPK tidak pernah mengkonfirmasi temuan-temuannya kepada Sjamsul. Karena permintaan audit berasal dari KPK, kata dia, data yang diolah tim auditor hanya berasal dari satu pihak, yaitu KPK. “Seharusnya klien kami juga ikut ditanya,” ujarnya.
Otto menyangkal seluruh temuan audit. Kliennya, kata dia, sudah melunasi kewajibannya berdasarkan master of settlement and acquisition agreement. Ia mengutip laporan audit investigasi BPK 2002 dan audit 2006 bahwa Sjamsul sudah melunasi semua kewajiban BLBI-nya.
Terdiri atas ratusan halaman, hasil audit investigasi BPK itu mengulas pelbagai penyimpangan penerbitan surat keterangan lunas untuk Sjamsul. Menurut hasil audit tersebut, sang taipan melakukan misrepresentasi piutang Bank Dagang Nasional Indonesia miliknya terhadap petani tambak udang Dipasena Lampung Rp 4,8 triliun. Piutang diklaim sebagai aset lancar, padahal aset macet.
Belakangan, Badan Penyehatan Perbankan Nasional berhasil menjual bagian dari aset itu senilai Rp 220 miliar. Selisih piutang tambak dan nilai aset yang dijual tersebut, Rp 4,58 triliun, menurut BPK, merupakan kerugian negara.
Hasil audit ini menjadi alat bukti bagi KPK, yang ketika itu tengah mengusut kasus dugaan korupsi pemberian surat keterangan lunas untuk Sjamsul dengan tersangka bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung. Belakangan, audit ini menjadi landasan hukum KPK untuk menetapkan Sjamsul dan istrinya, Itjih S. Nursalim, sebagai tersangka.
Di persidangan Syafruddin, penuntut KPK menghadirkan auditor BPK yang memegang audit tersebut, I Nyoman Wara, sebagai ahli. Menurut Nyoman, tim audit menemukan fakta Sjamsul tak berkata sebenarnya tentang piutang petambak Dipasena Rp 4,8 triliun. “Kami berpendapat SN (Sjamsul) cedera janji atas misrepresentasi atas piutang itu,” ujar Nyoman di persidangan.
Belakangan, dalam putusan Syafruddin, hakim sependapat dengan Nyoman dan hasil auditnya. Hakim banding juga mengakui kerugian negara seperti hasil audit BPK. “Kerugian negara cukup besar dan berdampak serius terhadap keuangan negara,” begitu bunyi pertimbangan putusan perkara yang dipimpin Elang Prakoso Wibowo tersebut.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan lembaganya akan mengikuti proses hukum gugatan Sjamsul. “Kami akan ikuti prosesnya. Dia (I Nyoman Wara) bekerja atas nama BPK, jadi harus dilindungi,” tuturnya.
Adapun KPK akan membantu BPK menghadapi gugatan Sjamsul. Gugatan ini, kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, memiliki konsekuensi terhadap penanganan BLBI di lembaganya. “Kami sudah membahas di internal bahwa gugatan itu bisa mengganggu kinerja KPK,” ujarnya.
MUSTAFA SILALAHI, ANTON A., AJI NUGROHO, HENDARTYO HANGGI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo