Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Pejabat dan Pengusaha Paling Sering Pakai UU ITE untuk Laporkan Orang

Paguyuban Korban UU ITE mengatakan pejabat, pengusaha, dan polisi adalah kelompok yang palimng sering menggunakan aturan itu untuk melaporkan.

19 Februari 2021 | 17.47 WIB

Ilustrasi pembungkaman kebebasan berpendapat. Shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi pembungkaman kebebasan berpendapat. Shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan tiga kelompok yang paling sering menggunakan UU ITE untuk melaporkan ke polisi. Peringkat pertama adalah pejabat pemerintah, pengusaha dan polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Menurut data yang kami terima orang yang paling banyak menggunakan Undang-undang ITE ini tiga klaster tersebut,” kata Koordinator PAKU ITE, Muhammad Arsyad dalam diskusi daring, Jumat, 19 Februari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsyad mengatakan pejabat pemerintah berada di posisi pertama. Dia mengatakan pejabat banyak yang menggunakan Undang-undang ITE ketika ada warga yang mengkritiknya di media sosial. “Karena banyak masyarakat yang mengkritik program dan kinerja di pemerintah pusat atau daerah,” kata Arsyad.

Sementara, pengusaha ada di peringkat kedua pihak yang paling banyak menggunakan UU ITE dalam laporan ke polisi. Dia mengatakan pengusaha memiliki kekuatan finansial, sehingga lebih mudah memanfaatkan pasal karet di beleid itu.

Dia mencontohkan seorang buruh yang mengkritik perusahaan di media sosial. Lalu, pihak perusahaan melaporkannya ke polisi dengan UU ITE. Laporan itu, kata dia, menjadi alat tawar agar si buruh tidak lagi mengkritik. “Jadi alat tawar agar buruh menurunkan tuntutannya,” kata dia.

Terakhir, kata dia, adalah penegak hukum. Dia mencontohkan kasus jurnalis Dhandy Laksono dan aktivis Ravio Patra yang ditangkap polisi atas aduan dari polisi itu sendiri.

Arysad dan PAKU ITE meminta agar pemerintah dan DPR merevisi UU ITE. Bahkan dia menuntut Undang-undang ITE dicabut. “Kalau UU itu masih ada, maka kemungkinan untuk melakukan diskrimnasi atau pembungkaman itu akan selalu ada,” kata dia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus