Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Remaco vs disco "lagu lama"

Sengketa antara pt remaco dengan pt disco tentang hak produksi dan hak edar lagu-lagu nostalgia.(hk)

2 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAGU-lagu nostaigia, rupanya, tidak hanya membangkitkan kenangan, tapi juga bisa menerbitkan silang sengketa. Perusahaan rekaman musik PT Remaco dan PT Disco Record, misalnya, sampai Rabu pekan lalu masih bersengketa memperebutkan hak produksi dan hak edar ribuan judul lagu-lagu nostalgia. Kedua perusahaan itu, sejak awal tahun ini, saling gugat di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pokok pangkal sengketa kedua perusahaan itu, menurut direktris Disco, Nyonya Yanti Lisda, berawal dari perjanjian jual beli hak produksi dan hak edar lagu-lagu nostalgia dari Remaco kepada Disco. Pada 1980, Disco membeli kedua hak itu dengan harga Rp 15 juta untuk 403 master kaset. Ketika itu, kata Yanti, Remaco memang mengobral lagu-lagu lama ke berbagai perusahaan dengan harga murah. "Sebab, lagu-lagu itu tidak laku lagi," ujar Yanti. Dalam perjanjian jual beli itu, tutur Yanti disyaratkan pihak penjual tidak akan menjual lagi hak produksi dan hak edar kepada pihak lain, kecuali bila penjual sendiri ingin memproduksikan lagi lagu-lagu lama itu. Bahkan ada klausul dalam perjanjian yang menyebutkan bahwa hak produksi kemudian menjadi monopoli Disco Record. Disco bahkan, diizinkan pula menjual produksinya dengan "harga ekonomi". Untuk jual beli itu, Yanti mengakui, pihak penyanyi dan pencipta tidak dihubungi, karena yang dibelinya bukan hak cipta. Ternyata, cerita Yanti, setelah dicetak ulang perusahaannya, sejumlah lagu lama seperti Senjadi Kaimana, Boneka dari India, dan Mutiara yang Hilan - itu laku keras di pasaran obral. Prospek bagus itu pula yang kemudian menggoda Remaco. "Setelah lagu-lagu itu laku keras, Remaco ingin mengambil kembali lagu-lagu itu dengan cara tidak wajar," ujar Yanti. Awal bulan lalu muncul sebuah iklan di koran yang memberitahukan bahwa lagu-lagu nostalgia yang. dibeli Yanti itu adalah hak milik dari PT Mutiara Record. Pihak Mutiara menyebutkan bahwa perusahaannya adalah pengedar tunggal lagu-lagu lama itu. Menyusul iklan pengumuman itu, Remaco dan Mutiara menirim peringatan-peringatan kepada diler dan toko kaset untuk menghentikan peredaran lagu-lagu produksi Disco. Peringatan itu disusul pula dengan pengaduan ke Garnisun Ibu Kota dan Kepolisian: Disco Record dituduh membajak lagu-lagu nostalgia itu. Akibatnya, Yanti diperiksa yang berwajib. Bahkan 403 master kaset lagu nostalgia disita pihak polisi. Penyitaan itu kemudian disiarkan oleh pengacara Remaco, Dharto Wahab, melalui iklan di surat kabar. Berdasarkan semua itu, Yanti menggugat direktur Remaco, Lugene Timothy, ke pengadilan. Tapi Timothy membantah semua tuduhan Yanti. Menurut Timothy, ia tidak pernah mengingkari janji, karena lagulagu lama itu diserahkannya ke perusahaannya sendiri. "Mutiara itu bukan pihak ketiga, melainkan salah satu dari merk paten Remaco," dalih Timothy. Menurut pengusaha rekaman itu, Remaco dan Mutiara tidak berbeda, karena masih satu atap - walau kedua perusahaan itu mempunyai direksi yang berlainan. Timothy menolak menjelaskan lebih lanjut status hukum kedua perusahaan miliknya itu. Timothy membenarkan bahwa ia menuntut balik agar pengadilan membatalkan perjanjian jual belinya dengan Disco. Alasannya, Disco memproduksikan lagu-lagu nostalgia itu dengan kaset-kaset murahan. "Akibatnya, artls-artis yang saya kontrak merasa tldak enak, karena lagu-lagunya menjadi tldak keruan," ujar Timothy. Selain itu, Timothy juga berpendapat, perjanjian yang dibuatnya dengan Disco tidak sah adanya. Sebab, katanya, perjanjian itu hanya ditandatananinya secara pribadi - tanpa stempel perusahaan. "Perjanjian itu tidak sah. Sebab, menurut anggaran dasar Remaco, perjanjian seperti itu harus sepengetahuan dewan komisaris," ujar Timothy. Alasan Timothy itu yang kini dianggap Yanti sebagai suatu keanehan. "Dulu dia sendiri, sebagai direksi, yang menjual master lagu itu kepada kami, dan dia pula yang menerima uangnya. Sekarang dia pula yang mengatakan tanda tangannya itu tidak sah," kata Yanti. Mana yang benar di antara kedua pengusaha rekaman itu tergantung keputusan majelis hakim yang diketuai Hakim Hasan Machmud. Yang pasti, gugatan Disco terhadap Remaco, April lalu, ditolak hakim yang sama. Menurut Hasan Machmud, Disco tidak berhasil membuktikan bahwa Remaco dan Mutiara adalah dua badan hukum yang berbeda. "Saya tahu, Remaco dan Mutiara itu dua perusahaan, tapi 'kan satu pemilik," kata Hasan Machmud. Sengketa yang berlarut-larut antara kedua perusahaan perekam itu ternyata tidak diketahui semuaartis penyanyi atau pencipta yang melahirkan lagu-lagu itu. "Saya tidak tahu-menahu bahwa Remaco menjual lagu-lagu itu ke Disco," ujar Kris Biantoro, yang juga pernah dikontrak Remaco. Menurut Kris, seharusnya pihak Remaco memberitahu kepada penyanyi atau pencipta, jika haknya dipindahkan. Di negara maju, kata Kris, pencipta lagu abad XVIII, seperti lagu Happy Birthday, masih menerima royalti lagu-lagunya hingga kini. SYAM Bimbo mengaku pernah dihubungi Remaco, ketika lagunya akan dijual ke Disco. Tapi ia tidak setuju, karena royaltinya hanya dihargai Rp 50 per kaset. Walau begitu, menurut Syam, lagunya dijual juga oleh Remaco. "Dia sangat tidak etis, menjual ciptaan orang kepada 34 perusahaan, tanpa persetujuan penciptanya," ujar Syam Bimbo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus