Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang vonis Syahrul Yasin Limpo alias SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari ini ricuh usai hakim membacakan putusannya dalam perkara pemerasan eselon satu di Kementerian Pertanian (Kementan). Kericuhan terjadi antara awak media dengan massa pendukung bekas Menteri Pertanian itu sejak terpidana dipersilakan meninggalkan ruang sidang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di dalam ruang sidang, kericuhan terjadi pada saat awak media hendak mengambil gambar dan video Yasin Limpo sesuai mendengarkan pembacaan putusan. Keributan tak terelakkan lantaran massa pendukung berusaha mengawal SYL. Akibatnya, terjadi cekcok dan dorong-dorongan hingga pintu pembatas di ruang sidang Hatta Ali patah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keributan kembali terjadi di luar ruang sidang saat para awak media sudah mengambil posisi untuk mewawancarai Yasin Limpo. Awak media didorong oleh massa pendukung Syahrul Yasin Limpo yang berdalih membuka jalan untuk SYL yang tidak berkenan untuk diwawancara.
Padahal, SYL hendak memenuhi permintaan wawancara oleh media. Karena, kericuhan semakin memanas, SYL kembali masuk ke ruang sidang.
Wartawan Tempo yang berada di lokasi terjebak dalam kericuhan itu hingga terhimpit. Wartawan Tempo juga ditarik oleh massa pendukung SYL yang berusaha menghalangi media mewawancarai SYL. Dalam insiden ini, beberapa pewarta terjatuh dan tripod kamera rusak.
Di tengah kericuhan itu, SYL melayani wawancara di dalam ruang sidang. Setelah wawancara selesai, SYL meniggalkan ruang sidang melalui pintu Majelis Hakim guna menghindari kericuhan.
Keributan antar awak media dengan massa pendukung masih terus berlangsung meski sudah dilerai oleh polisi dan keamanan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat.
Dalam perkara korupsi di Kementan ini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat telah memutuskan Syahrul Yasin Limpo divonis 10 tahun penjara. Selain pidana penjara, SYL dikenakan denda Rp 300 juta yang apabila tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan dan uang pengganti Rp 14 miliar (Rp 14.147.154.780) ditambah U$D 30 ribu paling lambat pada satu bulan setelah putusan sudah berkekuatan hukum tetap jika tidak dibayarkan, maka harta benda yang disita akan dilelang untuk membayar uang pengganti.