Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Soroti Bebasnya Idrus Marham, ICW Kritik Mahkamah Agung

Menurut ICW, bebasnya Idrus Marham tak lepas dari hukuman ringan yang dijatuhkan hakim di tingkat kasasi.

13 September 2020 | 17.49 WIB

Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana dan Lalola Easter, saat diskusi di Kantor Pusat ICW, di Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad, 28 April 2019. TEMPO/Egi Adyatama
material-symbols:fullscreenPerbesar
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana dan Lalola Easter, saat diskusi di Kantor Pusat ICW, di Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad, 28 April 2019. TEMPO/Egi Adyatama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menyoroti bebasnya mantan Menteri Sosial Idrus Marham. Menurut ICW, bebasnya Idrus tak lepas dari hukuman ringan yang dijatuhkan hakim di tingkat kasasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Sedari awal ICW sudah kecewa terhadap vonis yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi kepada Idrus Marham," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Ahad, 13 September 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Idrus resmi bebas dari penjara pada 11 September 2020 terkait kasus suap proyek PLTU Riau-1. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukumnya 3 tahun penjara. Pengadilan tinggi memperberat hukumannya menjadi 5 tahun. Namun, Mahkamah Agung memangkas hukuman itu menjadi 2 tahun penjara.

Menurut Kurnia, putusan itu harus menjadi evaluasi bagi Ketua Mahkamah Agung untuk menaruh perhatian pada majelis hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara korupsi, baik di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

Dia bilang sejak 2005 putusan hakim jarang berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Contohnya, tren vonis ICW pada tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata vonis untuk para koruptor hanya 2 tahun 7 bulan.

Belum lagi, kata dia, perbandingan antara kerugian negara dan uang pengganti. "Berdasarkan pantauan ICW, total kerugian negara sepanjang tahun 2019 mencapai Rp 12 triliun, akan tetapi vonis uang pengganti hanya Rp 748 miliar," kata dia.

ICW, kata Kurnia, berpandangan, setidaknya ada tiga hal yang semestinya tercantum dalam putusan Hakim saat menyidangkan perkara korupsi. Pertama, menjatuhkan pidana penjara yang maksimal. Kedua, memaksimalkan pemberian hukuman berupa uang pengganti. Ketiga, mencabut hak politik

"Keseluruhan ini adalah paket penting untuk dapat memberikan efek jera yang maksimal kepada para koruptor," ujar dia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus