Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

SPDP Pimpinan KPK, Direktur LBH: Indikasi Cicak Vs Buaya Jilid 4

Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan terbitnya SPD dua pimpinan KPK merupakan adanya indikasi Cicak versus Buaya jilid 4.

10 November 2017 | 08.10 WIB

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, di kantor YLBHI, Jakarta, 27 September 2017. TEMPO/Nurdiansah
Perbesar
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa, di kantor YLBHI, Jakarta, 27 September 2017. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa mengatakan terbitnya surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) atas dua pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang merupakan indikasi perseteruan antara KPK dan Polri atau banyak disebut Cicak versus Buaya jilid 4.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Pertama (kasus) Bibit-Chandra, kedua Novel, ketiga BW, AS, Novel, dan keempat yang sekarang. Mulai dari penyerangan thdp Novel, kriminalisasi Novel, Angket KPK, sekarang kriminalisasi pimpinan,” Alghiffari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alghiffari mengatakan kuat dugaan pelaporan ketua dan wakil ketua KPK ini sebagai upaya menghentikan kasus megaproyek yang tengah diusut oleh komisi antirasuah ini. Apalagi kasus dugaan korupsi e-KTP tengah menyeret nama Ketua DPR Setya Novanto.

“Satu, laporan terhadap pimpinan KPK diduga kuat bertujuan untuk menghambat proses penyidikan kembali kasus korupsi eKTP yg diduga dilakukan oleh SN,” ujar Alghiffari Aqsa saat dihubungi Tempo, Kamis 9 November 2017.

Kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya ada kasus Bibit dan Chandra atau Cicak Buaya Jilid I. Bibit dan Chandra dianggap menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar Pasal 421 KUHP. Namun, kasus ini dihentikan karena terbukti merupakan kriminalisasi.

Masih menurut Alghiffari, kriminalisasi terhadap pimpinan KPK merupakan bentuk obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi proses hukum yang tengah dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Point kedua adalah SPDP tersebut bukan sepengetahuan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Harusnya, kasus sensitif seperti ini ada atensi dan dilaporkan ke Kapolri terlebih dahulu.

“Kapolri perlu menyelidiki apakah ada personelnya yang insubordinasi dan melampaui wewenang,” kata dia.

Alghiffari menilai, apa yang sudah dilakukan oleh pimpinan KPK bukanlah bentuk dari penyalahgunaan wewenang dan pembuatan surat palsu seperti yang dituduhkan oleh tim kuasa hukum Setya Novanto.

“KPK harus lanjutkan kerja-kerja pemberantasan korupsinya, terutama kasus e-KTP. Laporan terhadap pimpinan hanyalah nuisance effect atau gangguan saja,” ujar Alghiffari.

Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian membantah jika terbitnya SPDP itu merupakan bentuk panasnya hubungan antara KPK dan Polri. "Enggak (ada kejadian cicak versus buaya)," kata Tito di kantor Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, pada Kamis, 9 November 2017.

TIKA AZARIA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus