Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, mengklaim bisa memprediksi suatu perkara bisa dimenangkan atau tidak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali (PK). Dia pun mengandalkan prediksinya saat memainkan perkara di Mahkamah Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hal itu disampaikan Zarof, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan untuk terdakwa Lisa Rachmat, dalam perkara pemufakatan jahat penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Zarof mengakui dirinya sering memakai istilah 'menembak di atas kuda'. Istilah itu dipakai Zarof apabila ada perkara mudah yang dapat dimenangkan olehnya jika ada pesanan dari pihak berperkara.
“Saudara punya istilah menembak di atas kuda, bisa dijelaskan?” tanya Jaksa kepada Zarof di ruang sidang, Rabu.
“Ya jadi kalau saya sudah lihat di PN dan PT menang, kalau perdata sudah pasti kasasi atau PK-nya sudah pasti menang dan jarang sekali yang itu meleset,” kata Zarof.
Zarof juga mengungkap dirinya mendapatkan fee yang bervariasi dalam setiap pengurusan perkara, mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 50 miliar.
“Berapa sih perkara di tingkat kasasi atau PK untuk menang?” tanya Jaksa.
“Saya enggak tahu,” kata Zarof.
“Minimal?” tanya jaksa.
“Enggak ada,” ujar Zarof.
“Tiap kali kepengurusan perkara saudara terima berapa?” tanya Jaksa.
“Tergantung dari mereka,” ucapnya.
“Minimal?” kata jaksa.
“Rp 100 juta pernah,” kata Zarof.
“Paling besar?” tanya jaksa.
“Rp 50 miliar,” jawab Zarof.
Zarof mengatakan mulai mendapat proyek miliaran rupiah untuk pengurusan kasus sejak tahun 2015. Dia pun lupa berapa banyak perkara yang pernah diurusnya.
Kejaksaan Agung telah menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka atas pemufakatan jahat bersama Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur. Mereka diduga berniat menyuap hakim dalam penanganan perkara Ronald.
Mereka berencana menyuap majelis hakim kasasi sebesar Rp 5 miliar. Zarof dapat pembayaran Rp 1 miliar. Uang itu ditemukan oleh jaksa saat menggeledah rumah Zarof di Jakarta. Penyidik juga menemukan uang senilai Rp 915 miliar dan 51 kg emas. Penyidik menduga uang itu merupakan hasil makelar kasus saat Zarof menjabat di MA selama rentang periode 2012-2022.
Atas temuan itu, Zarof dijerat dengan dua dakwaan. Perihal pemufakatan jahat Zarof dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk dakwaan kedua, Zarof Ricar dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penggunaan Pasal 12 ini, menuntut pembuktian terbalik. Zarof harus membuktikan dari mana asal uang Rp 915 miliar dan 51 kg emas di rumahnya.