Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Menanti Kebijakan Pemerintah Atasi Perubahan Iklim

Indonesia punya sumber daya yang berlimpah untuk pengembangan green economy guna meminimalisir dampak perubahan iklim.

24 Desember 2021 | 13.23 WIB

Menanti Kebijakan Pemerintah Atasi Perubahan Iklim
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

INFO NASIONAL – Akibat perubahan iklim, banjir besar sempat terjadi di Kabupaten Gorontalo pada 2016. Sebanyak 12 kecamatan dari 19 kecamatan di daerah seluas 2.125 km persegiini terendam. Kerugian mencapai sekitar Rp 500 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Anggaran kami saat itu hanyaRp 1,2 triliun. Ini tandanya, kalau pembangunan tidak benar, maka akan menimbulkan kerusakan. Mestinya kita untung dengan pembangunan, tetapi ini malah buntung,” kata Bupati Gorontalo, Nelson Pomalingo, dalam acara Tempo Economic Briefing Sesi I, Selasa, 14 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain banjir dan longsor, terjadi kekeringan dan DAS kritis di sebagian wilayah. Tantangan lain di Gorontalo adalah pendangkalan Danau Limboto yang juga menyebabkanbanjir.  Pemerintah Kabupaten Gorontalo mengantispasi berbagai kondisi ini dengan memasukan adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan daerah.

“Integrasi rencana aksi daerah adaptasi p rubahan iklim masuk dalam RPJMD sejak periode 2016-2021 dan berlanjut periode 2021-2026,” ujar Nelson. Hal ini tercermin dalam salah satu poin visi misi Kabupaten Gorontalo 2021-2026, yakni Pembangunan Berbasis Kependudukan danAdaptasi Perubahan Iklim.

Komitmen adaptasi perubahan iklimini, salah satunya ditindaklanjuti dengan alokasi ABPD minimal sebesar 10 persen, untuk tahun ini mencapai Rp188 miliar. “Tidak APBD saja, dana desa juga saya wajibkan,” ujar Nelson dalam sesi diskusi bertema ‘Hadapi Bersama Perubahan Iklim dan Strategi Ekonomi Hijau’ itu.

CEO Eco Nusa Foundation Bustar Maitar mengapresiasi kebijakan Pemkab Gorontalo dalam menghadapi isu perubahan iklim. Namun dia mengharapkan dana tersebut tidak hanya disiapkan pemerintah daerah, tetapi juga oleh pemerintah pusat, terutama untuk penanganan bencana perubahan iklim.

Bustar mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam proses pembangunan daninvestasiuntuk menghindari risiko dampak perubahan iklim. Ia mencontohkan banjir di Sintang, Kalimantan Barat, yang terjadi lebih dari sebulan.

“Presiden sendiri menyebutkan bahwa banjir ini diakibatkan pembukaan hutan secara serampangan, baik untuk perkebunan maupun pertambangan. Jadi, ketika kita bicara investasi, ada biayalain yang akan timbul di masa depan, yang akan mengakibatkan kerugiankalau tidak cukup berhati-hati mengelola lingkungan,” ujarnya.

Menurut Direktur Eksekutif IBEKA Tri Mumpuni, Indonesia punya bekal untuk meminimalisir dampak perubahan iklim melalui green energy. Menurutnya, negeri ini dirahmati Tuhan dengan segala sumberdaya untuk pengembangan green energy dan green economi. Namun, pemerintah belum siap dengan kebijakan yang relevan untuk itu. “Kita masih selalu konsisten dengan ketidakkonsistenan,” ujarnya.

Tri menyoroti kebijakan di bidang renewable energy yang belum betul-betul form, padahal sangat dibutuhkan dunia usaha dan masyarakat. Dia berharap kesempatan diberikan ke semua kalangan, masyarakat yang punya resources, tidak hanya perusahaan besar. “Demokratisasi energiitu wajib hukumnya,” kata Tri Mumpuni. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus