Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Washington - Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, dinilai melanggar undang-undang federal tentang penggunaan e-mail pribadi saat masih menjabat. Menurut The New York Times, e-mail tersebut dipandang, antara lain, kurang terlindungi dari risiko peretasan.
Menurut media tersebut, istri mantan Presiden AS Bill Clinton ini tak memiliki alamat e-mail resmi federal, hal yang diwajibkan bagi pejabat negara. "E-mail-nya tidak disimpan di server departemen pada saat itu, seperti yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang Perekaman Federal," kata NYT. "Harusnya, korespondensi pejabat menjadi bagian dari catatan departemen."
Analis pemerintah yang dikutip dalam laporan itu menyatakan ada hal yang "mengkhawatirkan" tentang hal ini. "Sangat sulit untuk membayangkan seorang petinggi setingkat menteri hanya menggunakan saluran komunikasi e-mail pribadi untuk menjalankan pemerintahan," kata Jason Baron, seorang pengacara di Drinker Biddle & Reath, dan mantan kepala litigasi di Kantor Perekaman dan Arsip Nasional (National Archives and Records Administration).
Sesuai dengan UU, e-mail semua pejabat negara AS harus disimpan di server pemerintah sehingga mudah untuk diteliti. E-mail pribadi dianggap tidak aman, dan hanya dibenarkan digunakan oleh pejabat federal dalam keadaan darurat.
Seorang juru bicara Hillary, Nick Merrill, mengatakan kepada NYT bahwa mantan pengacara ini tidak melanggar aturan soal penggunaan e-mail. "Apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan aturan," kata dia.
NEW YORK TIMES | INDAH P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini