Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Guatemala Penjarakan Dua Perwira Militer Selama 360 Tahun

Pengadilan Guatemala menghukum penjara dua perwira militer selama 360 tahun karena melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat adat Mayan.

28 Februari 2016 | 11.50 WIB

Rigoberta Menchu Tum, peraih Nobel Perdamaian 1992 memeluk korban kekerasan seksual setelah hakim menjatuhkan vonis bersalah untuk seorang mantan perwira militer dan mantan pejuang paramiliter yang melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan pribumi se
Perbesar
Rigoberta Menchu Tum, peraih Nobel Perdamaian 1992 memeluk korban kekerasan seksual setelah hakim menjatuhkan vonis bersalah untuk seorang mantan perwira militer dan mantan pejuang paramiliter yang melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan pribumi se

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Guatemala City - Pengadilan Guatemala menjatuhkan hukuman penjara 360 tahun kepada dua bekas perwira militer Guatemala. Komandan markas militer Sepur Zarco, Francisco Reyes Giron, dan anggota komisi paramiliter, Heriberto Valdez Asij, terbukti bersalah melakukan kejahatan kemanusiaan berupa pembunuhan, pemerkosaan, dan perbudakan seks terhadap sejumlah perempuan suku Mayan.
 
Pengadilan Guatemala membuat putusan bersejarah yang pertama kali bagi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan aparat militer saat pecah konflik tahun 1980-an.

"Ini sebuah sejarah. Ini merupakan langkah besar bagi para perempuan dan bagi semua korban," kata peraih Nobel Perdamaian, Rigoberta Menchu, yang menghadiri sidang ini, seperti dikutip BBC, Sabtu, 27 Februari 2016.

Baca juga: Menang di South Carolina, Hillary Clinton: Terima Kasih

Reyes Giron terbukti bersalah melakukan kejahatan seksual dan perbudakan seksual terhadap 15 perempuan. Dia juga terbukti bersalah membunuh seorang perempuan dan dua anak perempuannya.

Sedangkan Valdez Asij dihukum bersalah karena melakukan perbudakan seksual dan menghilangkan paksa tujuh pria.

Para korban sudah sejak lama menuntut pertanggungjawaban hukum atas kejahatan yang terjadi di Sepur Zarco. Tuntutan mereka tidak sia-sia.

Baca juga: Korea Utara Klaim Punya Senjata Anti-Tank Terbaru

"Kami diperkosa. Ini semua terjadi. Seandainya tidak, ke mana suami-suami kami? Kami tidak tahu di mana mereka saat ini," ucap Demesia Yac, 70 tahun, mewakili para korban perkosaan dan perbudakan seksual kasus Sepur Zarco.

Jaksa penuntut menjelaskan, angkatan bersenjata melakukan serangan balasan ke desa Sepur Zarco pada 1982. Mereka membunuh dan membawa pergi sejumlah tokoh adat suku Mayan yang saat itu mengajukan status tanah adat mereka, sehingga menimbulkan kemarahan tuan tanah.

Baca juga: McDonald Larang Remaja Makan dan Duduk di Restorannya

Para tokoh adat Mayan ini pun dituduh bersekutu dengan gerilyawan sayap kiri. "Mereka membunuh tujuh orang, melemparkan dua granat ke arah mereka," tutur Agustin Chen, saksi korban.

Chen adalah satu dari sejumlah pria yang selamat dari pembunuhan aparat militer. Tentara menangkap dan membawanya ke ruang tahanan. Chen dipukuli setiap hari.

Menurut ahli antropologi Irma Alicia Velasques Nimatuj, aparat militer ditempatkan di desa itu untuk mengamankan pertanian para tuan tanah dan mengambil alih lahan-lahan masyarakat adat.

Berdasarkan informasi dari para korban, penyiksaan oleh aparat berlangsung selama enam tahun hingga markas militer itu ditutup tahun 1988.

BBC | MARIA RITA


 



Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maria Rita Hasugian

Maria Rita Hasugian

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus