Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Pakar lingkungan mendesak pemerintah Indonesia mengikuti jejak pemerintah Malaysia untuk mengumumkan peta perkebunan kelapa sawit dan lahan kepada publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini perlu dilakukan untuk membantu memerangi deforestasi dan kebakaran hutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengawas industri Roundtable on Sustainable Palm Oil atau RSPO menerbitkan peta lahan untuk Semenanjung Malaysia dan negara bagian Sarawak, pada Kamis. Ini dilakukan setelah lembaga ini mendapat izin dari pemerintah Malaysia.
"Ini adalah langkah maju yang bagus untuk transparansi dan akuntabilitas," kata Kepala Eksekutif RSPO, Darrel Webber, pada Jumat, 13 Desember 2019 seperti dikutip dari Antara.
Apalagi, kata Darrel, pembukaan peta perkebunan dan lahan kepada publik akan membawa objektivitas yang lebih besar. Ini terutama berdampak dalam diskusi tentang kebakaran lahan dan topik lain yang terkadang dikaitkan dengan sektor kebun kelapa sawit.
Indonesia dan Malaysia, yang memproduksi sekitar 85 persen dari total minyak kelapa sawit dunia, telah lama didesak oleh kelompok hijau untuk mempublikasikan peta kebun sawit.
Ini perlu dilakukan untuk menunjukkan lokasi perusahaan untuk membuka perkebunan kelapa sawit. Ini diharapkan bisa dilakukan agar pihak ketiga bisa memantau kondisi hutan dan janji deforestasi yang dilakukan oleh petani.
Mahkamah Agung Indonesia telah memutuskan pemerintah harus mempublikasikan konsesi kelapa sawit yang telah diberikannya. Tetapi sampai saat ini pemerintah masih menolak.
"Mahkamah Agung memutuskan pada 2017 bahwa data konsesi perkebunan kelapa sawit adalah informasi publik," kata Juru Kampanye Hutan di Greenpeace Indonesia, Annisa Rahmawati.
Batas-batas konsesi dan lokasi pabrik, serta data terbuka lainnya sangat penting untuk mengukur kinerja perusahaan dalam menghindari deforestasi dalam rantai pasokan mereka, tambahnya.
"Pemerintah harus mendorong petani kelapa sawit, pedagang, dan pembeli untuk lebih transparan mengenai operasi mereka," kata Annisa.
ANDITA RAHMA | ANTARA | THOMSON REUTERS