Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Mahkamah Korea Selatan Legalkan Perzinaan

Konsepsi masyarakat Korea tentang hak-hak individu telah berubah.

27 Februari 2015 | 21.09 WIB

(dari kiri) Aktris Korea Selatan, Kim Jung-Min, Lee Ha-Nee dan personil girlband 'Sistar' Soyou, dalam konferensi pers OnStyle "Get It Beauty" di Westin Chosun, Seoul, Korsel, 30 Januari 2015. (Han Myung-Gu/WireImage)
Perbesar
(dari kiri) Aktris Korea Selatan, Kim Jung-Min, Lee Ha-Nee dan personil girlband 'Sistar' Soyou, dalam konferensi pers OnStyle "Get It Beauty" di Westin Chosun, Seoul, Korsel, 30 Januari 2015. (Han Myung-Gu/WireImage)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Seoul - Mahkamah Konstitusi Korea Selatan akhirnya mencabut undang-undang yang sudah 60 tahun berlaku, yang melarang perzinaan dan mengancam pelakunya 2 tahun penjara.

Mahkamah menyatakan Undang-Undang Tahun 1953 itu tidak konstitusional. "Bahkan, jika pun perzinaan harus dihukum sebagai hal yang tidak bermoral, kekuasaan negara tidak boleh campur tangan dalam kehidupan pribadi individu," kata ketua sidang Park Han-chul.

Dalam enam tahun terakhir, hampir 5.500 orang didakwa dengan tuduhan perzinaan, termasuk hampir 900 orang pada 2014. Tapi jumlah itu turun dan akhirnya jarang pelaku yang dibui.

Sebanyak 216 orang dipenjara pada 2004, tapi jumlah itu turun hingga tinggal 42 pada 2008. Sejak saat itu, hanya 22 orang yang pernah dipenjara.

Tren yang menurun ini sebagian mencerminkan perubahan sosial di negeri itu, tempat kemodernan sering berbenturan dengan norma konservatif tradisional.

"Konsepsi masyarakat tentang hak-hak individu dalam kehidupan telah berubah," kata Park.

THE GUARDIAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus