Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Warga Kashmir Takut Bekerja, Diancam Gerilyawan Separatis

Kelompok separatis meneror warga sipil di Lembah Kashmir, dengan harapan dapat menghentikan kehidupan di sana sebagai protes atas tindakan India.

17 Oktober 2019 | 09.30 WIB

Personel keamanan India berjaga di sepanjang jalan sepi selama pembatasan di Jammu. Ribuan pasukan keamanan India dikerahkan untuk mengantisipasi protes di Kashmir pada Rabu, dibantu oleh pemutusan layanan telepon dan internet setelah status khusus wilayah Himalaya dihapuskan pekan ini. [REUTERS / Mukesh Gupta]
Perbesar
Personel keamanan India berjaga di sepanjang jalan sepi selama pembatasan di Jammu. Ribuan pasukan keamanan India dikerahkan untuk mengantisipasi protes di Kashmir pada Rabu, dibantu oleh pemutusan layanan telepon dan internet setelah status khusus wilayah Himalaya dihapuskan pekan ini. [REUTERS / Mukesh Gupta]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Militan kelompok separatis meneror warga sipil di Lembah Kashmir, dengan harapan dapat menghentikan kehidupan di sana sebagai protes atas tindakan India di wilayah tersebut. Banyak warga sipil yang ingin kembali bekerja ketakutan setelah berminggu-minggu pengekangan militer. Keinginan mereka untuk bekerja takut membuat marah militan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ancaman militan terbaru adalah penembakan brutal seorang sopir truk yang mengangkut apel pada Senin malam, dan kekerasan yang dilakukan gerilyawan separatis sejak Agustus, ketika pemerintah India secara sepihak mencabut otonomi yang telah diadakan Kashmir selama bertahun-tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini adalah berita buruk bagi bisnis," kata Mohammad Asharf Wani, presiden Asosiasi Buah Shopian, di wilayah penghasil apel Kashmir, seperti dikutip dari New York Times, 17 Oktober 2019. Perkebunan apel adalah sumber pendapatan bagi ribuan orang Kashmir, dan Oktober adalah puncak musim memetik apel.

Dalam serangan Senin malam, seorang sopir truk dari Rajasthan, negara bagian yang jauhnya ratusan kilometer, diserang oleh gerombolan ketika ia memuat truknya dengan apel di daerah Shopian.

Saksi mata mengatakan sekelompok orang melempari pengemudi dengan batu, dan ketika ia mencoba merangkak ke tempat tidur di depan truk untuk melarikan diri, anggota gerombolan menyeretnya keluar.

Seorang militan bertopeng kemudian mengeluarkan senapan serbu, kata saksi mata, dan menembak kepala pengemudi dari jarak dekat, membunuhnya seketika.

Wani mengatakan penembakan itu memicu kepanikan di kalangan pedagang apel, tetapi mencatat bahwa beberapa pemilik bisnis terus memetik dan mengirimkan buah meskipun ada risiko.

Ini bukan pertama kalinya industri apel menjadi sasaran. Pada September, gerilyawan menyerang keluarga pedagang apel yang terkenal di daerah lain, dan secara sengaja menembak seorang anak perempuan berusia 5 tahun di kakinya sebagai pesan peringatan.

Selama bertahun-tahun, Kashmir telah dilanda konflik dan kerusuhan. Baik India dan Pakistan mengklaim wilayah mayoritas Muslim, dan keduanya telah berperang beberapa kali untuk Kashmir. India mengendalikan sebagian besar wilayah Kashmir.

Pada bulan Agustus, pemerintah India mencabut status kenegaraan dari Jammu dan Negara Bagian Kashmir, yang mencakup Lembah Kashmir yang bergolak. India mengumumkan bahwa wilayah itu akan dibagi menjadi dua dan berubah menjadi dua kantong yang dikontrol pemerintah federal, suatu perubahan yang menurut Perdana Menteri India Narendra Modi akan membawa kedamaian dan kemakmuran.

Tetapi jelas bahwa perubahan itu akan sangat tidak populer, dan pada jam-jam sebelum India mengumumkan langkah itu, pihak berwenang India mematikan layanan telepon dan internet di Kashmir. Pihak berwenang juga mengumpulkan sebagian besar pejabat politik Kashmir, dan banyak yang tetap di penjara tanpa dituntut.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus