Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE). Pengesahan UU Konservasi yang baru tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Selanjutnya saya akan menanyakan kepada seluruh anggota DPR RI dan pimpinan-pimpinan fraksi, apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya seperti yang telah disampaikan dalam laporan pimpinan Komisi IV dapat kita setujui menjadi undang-undang?” ucap Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar selaku pimpinan sidang sebelum mengetukkan palunya, seperti diikuti dari kanal YouTube DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelum pengesahan, Wakil Ketua Komisi IV, Budisatrio Djiwandono selaku Ketua Panja membacakan laporan Komisi IV atas RUU KSDAHE. Dalam laporannya, Komisi IV bersama Pemerintah dan Komite II DPD RI menyatakan telah menyepakati bahwa konsep RUU adalah RUU perubahan dengan judul RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Materi perubahan pengaturan dalam RUU yang telah disepakati, di antaranya yakni, penambahan satu bab, VIIIA, tentang pendanaan; perubahan terhadap satu bab, IX, tentang peran serta masyarakat; menghapus satu bab, X, tentang penyerahan urusan dan tugas pembantuan; serta penambahan delapan pasal baru serta perubahan terhadap 17 pasal.
“Pemerintah harus segera melakukan sosialisasi agar semua elemen bangsa memahami atau mengetahui isi dari UU ini. Selain itu, Komisi IV DPR RI meminta agar peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam undang-undang ini dapat segera diterbitkan,” ujar politikus Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV Anggia Erma Rini mengatakan bersyukur pembahasan RUU KSDAHE telah rampung setelah lebih dari dua tahun. Kesepakatan melibatkan pihak pemerintah yang mencakup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Hukum dan HAM, juga Kementerian Dalam Negeri. "Ada juga Kementerian keuangan karena RUU KSDAHE juga
bicara tentang intensif dan disinsentif tentang pengelolaan konservasi," ucapnya.
Dinilai Tak Ada Perubahan Positif
Pengesahan hari ini mengabaikan keberatan yang sebelumnya disampaikan koalisi masyarakat sipil pembela HAM dan masyarakat adat. Mereka meminta penundaan karena menganggap tidak ada perubahan positif secara materil maupun formil dari proses legislasi RUU KSDAHE.
Di antara keberatan yang disampaikan adalah temuan pasal-pasal yang bermasalah, dan membuka peluang lebih banyak terjadinya potensi kriminalisasi, diskriminasi, pengabaian hak terhadap masyarakat adat dan komunitas lokal yang hidup di dalam dan sekitar kawasan konservasi.
Draf akhir RUU KSDAHE disebutkan masih menggunakan pendekatan represif untuk memastikan kegiatan konservasi berjalan. Hal ini terlihat dari bentuk-bentuk sanksi dan pemidanaan yang lebih berorientasi pada pidana penjara.
"Sanksi pidana ini juga bukan ditujukan untuk korporasi melainkan perorangan, sehingga membuka lebih banyak potensi kriminalisasi," kata Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi, Satrio Manggala, pada bulan lalu.
Lebih lanjut, RUU KSDAHE yang kini telah menjadi UU, dipandang masih memiliki paradigma konservasi yang cenderung melihat masyarakat adat dan masyarakat lokal sebagai ancaman, bukan sebagai mitra yang berkontribusi dalam pengelolaan konservasi. Alhasil pendekatan yang dilakukan negara justru kembali memunculkan konflik dan mengeksklusi masyarakat dari ruang hidupnya.