Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

6 Juta Penyandang Disabilitas Tak Punya Kursi Roda

Sementara kursi roda yang dijual di pasaran Indonesia adalah kursi roda umum yang lebih banyak ditujukan untuk kebutuhan kesehatan.

11 Januari 2023 | 15.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Bahrul Fuad melenggang dengan kursi roda adaptifnya. Mengayuh kursi roda dengan kedua tangannya di jalan-jalan, ke pertokoan, ke tempat-tempat publik. Dia bisa ke mana saja sendirian, tanpa ada yang repot mendorong kursi rodanya ke tempat-tempat tujuan.

Mobility Champion 2022      

Potongan video berdurasi pendek tentang profil Cak Fu, panggilan akrab Bahrul Fuad, itu menggambarkan keseharian sosok yang terpilih sebagai Mobility Champions 2022 oleh Momentum Wheels for Humanity (WFH) dari Los Angeles, Amerika Serikat. Difabel pengguna kursi roda adaptif dari United Cerebral Palsy Roda untuk Kemanusiaan (UCPRUK) Indonesia itu membagikan pengalamannya di Prime Plaza Hotel Yogyakarta pada 3 Januari 2023 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya tak bisa membayangkan apabila saya tak punya kursi roda. Aktivitas saya tak sebanyak dan tak sebermanfaat hari ini. Mungkin saya hanya duduk di rumah, nonton tivi, dan tak bisa bepergian keluar rumah,” kata Cak Fu di atas kursi rodanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kursi roda bagi penggunanya tak sekadar alat mobilitas untuk berpindah antartempat. Melainkan juga menjadi kaki baginya. Dengan kursi roda, pengguna bisa beraktivitas, berkontribusi dalam masyarakat, dan punya peran penting membangun inklusi di Indonesia. “Sehingga kehidupan difabel lebih bermartabat,” kata komisioner Komnas Perempuan ini.

Kursi Roda Adaptif agar Penyandang Disabilitas Mandiri

Namun untuk menjadi difabel yang mandiri dan bisa melakukan banyak aktivitas seperti Cak Fu, tak mudah di Indonesia. Lantaran tak semua difabel pengguna kursi roda punya kursi roda. Berdasarkan data Susenas 2020 terdapat sekitar 10,3 juta rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga difabel. Sebanyak 8,2 juta difabel di antaranya tanpa asuransi kesehatan. Kemudian sebanyak 8.795.033,76 difabel punya masalah kaki. Namun 70 persen atau 6.156.523 dari jumlah tersebut belum punya kursi roda.

“Jadi ada 6 juta lebih difabel di Indonesia yang tak punya alat bantu seperti yang saya gunakan,” kata Cak Fu.

Pemerintah belum menjadikan kebutuhan alat bantu difabel, seperti kursi roda adaptif sebagai bagian integral dari pembangunan inklusi disabilitas. Tak mengherankan, kebutuhan alat bantu tersebut tidak masuk dalam perencanaan dan mata anggaran pembangunan.

Sementara kursi roda yang dijual di pasaran Indonesia adalah kursi roda umum yang lebih banyak ditujukan untuk kebutuhan kesehatan. Akibatnya, penggunanya akan tetap punya masalah mobilitas karena tetap membutuhkan bantuan orang lain untuk mendorong. “Berbeda dengan kursi roda adaptif yang bisa digunakan secara mandiri,” kata Cak Fu.

Kursi roda adaptif adalah kursi roda yang didesain sesuai dengan ukuran dan kebutuhan penggunanya. Pengguna pun bisa menggunakannya secara mandiri tanpa bantuan orang lain secara nyaman.

Lantaran kursi roda adaptif pula, Cak Fu yang aktif melakukan advokasi isu-isu disabilitas lebih dari 25 tahun juga dapat menempuh pendidikan tinggi. Ia meraih gelar master di bidang bantuan kemanusiaan dari Universitas Groningen, Belanda dan bergelar doktor dari Universitas Indonesia pada 2021. 

Harga Kursi Roda Adaptif Mahal dan Sulit Didapat

Persoalannya, harga kursi roda adaptif mahal dan sulit didapatkan. Bahkan yang berkualitas baik hanya diproduksi di luar negeri. Sementara biaya pajak tinggi dan birokrasi rumit untuk mendatangkan kursi roda adaptif dari luar negeri ke Indonesia. Seperti tahun ini, UCPURK mendapat bantuan 155 unit kursi roda adaptif yang merupakan hadiah atas terpilihnya Cak Fu sebagai Mobility Champions 2022.

“Tapi tak bisa masuk ke Indonesia, sehingga menghambat pendistribusian untuk pengguna kursi roda adaptif yang membutuhkan,” ucap Cak Fu mengeluh. 

Kondisi tersebut mendorong UCPURK yang beralamat di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan layanan kursi roda adaptif sejak 2009. Hingga kini, lembaga tersebut telah melayani pengadaan untuk 15.000 pengguna kursi roda adaptif. 

Sekitar 90 persen pendanaan berasal dari donatur internasional. UCPRUK juga menjalin kerja sama  dengan Bapeljamkesos DIY melalui program Jaminan Kesehatan Khusus (jamkesus) disabilitas. “Pemerintah DIY telah berkontribusi sebesar Rp 4 miliar. Ini bisa jadi program percontohan untuk direplikasi di banyak daerah,” kata Cak Fu mengharapkan. 

Persoalan muncul karena regulasi Pemerintah Indonesia menyebutkan sifat pengadaan alat bantu kesehatan hanyalah membantu, tidak ditanggung penuh pemerintah. Mitra produsen alat bantu seperti UCPURK dan Pusat Rehabilitasi Yakkum pun tak boleh menarik keuntungan sepeser pun dari bantuan yang diberikan. Padahal ongkos bahan baku hingga pembuatan kursi roda adapatif itu mahal hingga jutaan rupiah. Sementara tak ada subsidi pemerintah.

"Mitra produsen pun tak bisa menjamin keberlangsungan perannya menyediakan kursi roda. Ini tantangan kami,” ujarnya.  

PITO AGUSTIN RUDIANA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus