Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

7 Alasan PKS Tolak RUU Kesehatan

PKS membeberkan tujuh alasan kenapa mereka menolak RUU Kesehatan untuk dibahas di tingkat lebih lanjut.

10 Februari 2023 | 10.24 WIB

Anggota Badan Legislasi DPR RI Ledia Hanifa Amaliah (tengah),  Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto (kiri), Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Gagah Daru Setiawan (kanan) saat menjadi narasumber dalam konferensi pers di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16 Januari 2023. PB IDI bersama sejumlah organisasi profesi memberikan pernyataan sikap menolak RUU Kesehatan Omnibus Law dan mendesak RUU ini dikeluarkan dari Prolegnas DPR RI. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Anggota Badan Legislasi DPR RI Ledia Hanifa Amaliah (tengah), Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto (kiri), Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Gagah Daru Setiawan (kanan) saat menjadi narasumber dalam konferensi pers di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16 Januari 2023. PB IDI bersama sejumlah organisasi profesi memberikan pernyataan sikap menolak RUU Kesehatan Omnibus Law dan mendesak RUU ini dikeluarkan dari Prolegnas DPR RI. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak draft RUU Kesehatan untuk dibahas pada tahap lanjut. Mereka mengajukan tujuh alasan untuk menolak pembahasan undang-undang yang dibuat dengan metode Omnibus Law tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Penolakan tersebut disampaikan Anggota Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, dalam rapat pembacaan pandangan mini fraksi di Badan Legislasi pada Selasa, 7 Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menolak draft Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan untuk dibahas pada tahap selanjutnya," tutup Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat I tersebut dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo, Jumat, 10 Februari 2023.

Soal layanan kesehatan yang berkualitas dan kekosongan hukum

Ledia membeberkan tujuh alasan kenapa pihaknya menolak RUU Kesehatan tersebut. Pertama, menurut dia, negara wajib memenuhi layanan kesehatan yang berkualitas sebagai salah satu hak dasar masyarakat.

"Oleh karena itu, perbaikan layanan kesehatan yang berkualitas harus menjadi prioritas dalam penyusunan draft RUU Kesehatan ini sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ucap Anggota Komisi X ini.

Kedua, menurut dia, dalam penyusunan RUU Kesehatan dengan metode omnibus law, tidak boleh menyebabkan kekosongan hukum, kontradiksi pengaturan. Fraksi PKS, menurut dia, menemukan adanya pengaturan dalam beberapa UU yang dihapus dalam draft RUU Kesehatan ini. Hal tersebut berpotensi menimbulkan kekosongan hukum. 

"Dihapuskannya aturan mengenai SIPB bidan, juga dihapuskannya mengenai praktik kebidanan yang mengatur tempat praktik dan jumlahnya sesuai dengan tingkat pendidikan bidan," kata dia.

Selanjutnya, soal partisipasi dan BPJS

Ketiga, PKS menilai DPR seharusnya memastikan dulu partisipasi yang berkualitas dari para pemangku kepentingan. Mereka meminta DPR untuk kembali memastikan draft yang sudah disusun sesuai dengan masukan para pemangku kepentingan.

"Disamping itu, sebelum draft RUU Kesehatan ini diputuskan sebagai draft RUU inisitiaf DPR RI, sebaiknya harus dilakukan konfirmasi ulang kepada 26 pemangku kepentingan yang telah memberikan masukan dalam RDPU di Baleg DPR RI, apakah hasil penyusunan draft RUU Kesehatan ini sudah sesuai dengan berbagai masukan mereka," kata Ledia.

Lalu keempatnya, Ledia mengungkapkan pemerintah memberikan tugas kepada BPJS sebagai badan hukum publik yang bersifat independen. 

"Harus disertai kewajiban pemerintah dan pendanaannya," ucapnya.

Soal tenaga medis dan kesehatan asing di Indonesia hingga anggaran

Kelima, Fraksi PKS menemukan di draf RUU Kesehatan tentang tenaga medis dan tenaga Kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi sebagai draf yang amat rawan. 

"Terkait dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan Indonesia yang sangat mungkin tersingkirkan atas nama investasi atau alih teknologi. 

Lalu keenam, Ledia mengungkapkan di semua negara pengaturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri. Namun, di beberapa materi UU sebelumnya terkait profesi tenaga medis malah dihapuskan. 

"Oleh karena itu, seharusnya draft RUU Kesehatan ini tidak menghapus materi pengaturan profesi-profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan," sebut Ledia.

Terakhir, terkait anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia. 

Selanjutnya, RUU Kesehatan dinilai harus menjamin kemerataan hak kesehatan 

Ledia mengatakan, pembahasan draf RUU ini merupakan wujud amanat konstitusi. Sehingga dalam pelaksanaannya pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. 

"Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan upaya untuk menjamin akses kesehatan yang merata bagi semua penduduk dalam memperoleh pelayanan kesehatan," jelas Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.

Ledia juga menyebutkan, penyusunan RUU Kesehatan dengan metode omnibus law ini, pembahasannya harus dilakukan menyeluruh, teliti, bahkan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Tujuannya, agar tidak ada pengaturan yang luput, kontradiksi, sehingga ketika diuji ke MK dan tidak ada revisi bahkan menimbulkan kontroversi polemik yang berlarut-larut. 

"Penyusunan RUU tentang Kesehatan seharusnya mencakup seluruh perbaikan dalam sistem kesehatan di Indonesia, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ungkapnya.

Baleg tetapkan RUU Kesehatan sebagai inisiatif DPR Meski mendapat penolakan

Meskipun mendapatkan penolakan dari Fraksi PKS, Badan Legislatif akhirnya menyetujui RUU Kesehatan menjadi inisiatif DPR. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi, Selasa lalu menyatakan delapan fraksi lainnya setuju rancangan undang-undang tersebut dibahas ke tahap selanjutnya. 

Dari 9 fraksi sudah membacakan pandangan mini fraksinya, dan 8 menyatakan persetujuan untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya yakni di paripurna menjadi usulan inisiatif DPR dengan beberapa catatan," kata anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.

Pria yang akrab disapa Awiek itu menyatakan dari delapan fraksi yang menyatakan setuju, tujuh diantaranya menerima tanpa catatan. Satu fraksi, NasDem, menyatakan setuju dengan sejumlah catatan.

"Satu fraksi yakni Fraksi PKS menyatakan penolakannya dan itulah era demokrasi kita, kita tetap memberi ruang yang sama kepada semua fraksi," ujarnya. 

Pembahasan RUU Kesehatan dianggap kontroversial karena mendapatkan penolakan dari sejumlah organisasi profesi yang menaungi para pekerja di bidang kesehatan. Sejumlah organisasi tersebut diantaranya adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Penolakan terhadap RUU Kesehatan juga datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan berbagai organisasi masyarakat sipil hingga mahasiswa kesehatan dan keperawatan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus