Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKSA Agung Muhammad Prasetyo menyambut lima pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi di ruang kerjanya di lantai dua gedung Kejaksaan Agung, Senin dua pekan lalu. Didampingi sejumlah jaksa agung muda, Prasetyo berbincang dengan para tamunya sambil menyeruput teh dan makanan ringan yang terhidang di meja.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo membuka pembicaraan. Menurut petinggi Kejaksaan yang ikut pertemuan itu, Agus langsung menjelaskan maksud kedatangan mereka. Kepada Prasetyo, Agus menanyakan kebenaran pelimpahan kasus penyidik KPK, Novel Baswedan, ke Pengadilan Negeri Bengkulu. "Jaksa Agung membenarkan dan akan segera disidang," kata petinggi Kejaksaan ini, Selasa pekan lalu.
Prasetyo menjelaskan alasan pelimpahan karena berkas dakwaan sudah rampung dan sidang harus segera digelar sebelum tanggal kedaluwarsa perkara pada 18 Februari nanti. Lima pemimpin KPK, menurut jaksa senior ini, kemudian silih berganti bertanya ihwal peluang penanganan kasus dihentikan. Prasetyo cuma memberi isyarat singkat. "Silakan berkoordinasi dengan kepolisian," ujar jaksa tadi menirukan ucapan Prasetyo.
Prasetyo membenarkan soal pertemuan dan pembahasan penanganan kasus Novel. "Tapi jangan disebut lobi. Itu koordinasi sesama penegak hukum," katanya Rabu pekan lalu. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif juga mengiyakan adanya pertemuan itu. Tapi, menurut dia, "Kami tidak perlu membuka apa yang kami berlima bicarakan dengan lembaga penegak hukum lain."
Jumat pekan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Bengkulu melimpahkan perkara Novel Baswedan ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Pelimpahan berkas itu langsung dikawal aparat Kepolisian Daerah Bengkulu. Hari itu juga pengadilan langsung menunjuk majelis kasus Novel, yang dipimpin Diris Sinambela dengan empat hakim lain sebagai anggota. Tanggal sidang perdana juga langsung diputuskan saat itu juga, yakni 16 Februari 2016.
Dari berkas dakwaan yang sudah disiapkan jaksa, Novel dijerat dengan tiga tuduhan alternatif. Tuduhan pokoknya mengacu pada Pasal 351 ayat 1 dan 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur tindakan penganiayaan yang menyebabkan kematian, dengan ancaman tujuh tahun penjara. Kasus yang dituduhkan kepada Novel adalah penganiayaan terhadap tersangka pencuri sarang walet ketika Novel menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu, 18 Februari 2004.
Dibukanya perkara usang memantik curiga. Sebab, pada saat yang bersamaan, KPK tengah menyidik korupsi pengadaan proyek simulator kemudi di Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, yang menyeret Inspektur Jenderal Djoko Susilo pada akhir Juli 2012. Dalam pengungkapan kasus ini, Novel menjadi ketua tim penyidik dan memimpin penggeledahan di kantor Korps Lalu Lintas.
Desember tahun lalu, Ombudsman RI sudah meminta Kejaksaan tidak melanjutkan penanganan kasus Novel. Menurut hasil investigasi lembaga ini atas penanganan perkara Novel oleh Badan Reserse Kriminal Polri, disebutkan bahwa kasus sarat rekayasa. Tapi Kejaksaan bergeming. Alasannya, kata seorang jaksa madya, Kejaksaan harus menjaga hubungan baik dengan kepolisian. Jaksa Agung Muda Pidana Umum NoorRachmadmembantah soal ini. "Berkas dari polisi sudah lengkap dan siap ke pengadilan."
Karena kasus ini berasal dari polisi, pimpinan KPK juga aktif menjalin komunikasi dengan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti. Saat pembukaan Rapat Pimpinan Polri-TNI di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Selasa tiga pekan lalu, Agus—yang didampingi Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan—meminta Badrodin mendukung penghentian penanganan kasus Novel.
Dua petinggi KPK ini juga melakukan lobi yang sama dengan Kepala Polri setelah mereka bertemu dengan Prasetyo pada Senin dua pekan lalu. Badrodin membenarkan soal lobi ini. "Sambil ngobrol, kami bicarakan. Tapi saya bilang kewenangannya ada di Kejaksaan," ujarnya. Agus tak membantah soal ini. "Kami memang ke sana-kemari."
Upaya melobi Prasetyo dan Badrodin kandas tak lantas membuat pimpinan KPK "lempar handuk". Mereka menyiapkan skenario baru, yang kemudian disampaikan kepada Novel, Selasa dua pekan lalu. Ketika itu Novel dipanggil ke ruangan Agus di lantai 3 gedung KPK. Di ruangan itu, Novel ternyata sudah ditunggu Agus dan empat pemimpin KPK lainnya.
Menurut seorang pejabat menengah KPK yang menghadiri pertemuan itu, Novel lebih dulu diminta mendengarkan upaya pemimpin KPK yang sudah melobi Jaksa Agung dan Kepala Polri. Dalam pertemuan itu, kata dia, pimpinan KPK mengatakan lobi menghentikan penanganan perkaranya belum berhasil karena Prasetyo dan Badrodin menutup pintu. "Novel saat itu berterima kasih atas upaya pimpinan KPK," ujar sumber ini. "Tapi dia lebih siap kalau berjuang di pengadilan."
Jawaban Novel ini membuat lima pemimpin KPK cemas. Agus Rahardjo dan Basaria Panjaitan kemudian meyakinkan Novel bahwa, dari informasi yang mereka peroleh, perlawanan Novel di pengadilan akan sia-sia. Menurut pejabat KPK ini, pimpinan KPK kemudian memberi tawaran dalam secarik kertas. Berisi empat poin kesepakatan, inti surat itu menyebutkan Novel bisa bebas dari belitan kasusnya asalkan dia mau dipindahkan dari KPK. "Sekali lagi, Novel menolak," ucapnya.
Pimpinan KPK akhirnya melunak. Menurut pejabat ini, Novel dipersilakan menambah poin kesepakatan dengan catatan ia tetap bersedia ditempatkan di instansi lain. Novel lalu menambahkan poin jaminan dia tetap pegawai KPK dan selalu bisa kembali ke lembaga itu. Draf ini, kata dia, akhirnya disepakati.
Kepada Tempo, Novel mengaku dipanggil pimpinan KPK pada Selasa itu. Tapi dia tak bersedia menceritakan isi pertemuan. "Silakan tanya pimpinan," ujarnya. Pengacara Novel, Muji Kartika Rahayu, mengatakan kliennya semula diberi tawaran oleh pimpinan KPK bekerja di badan usaha milik negara dan tak lagi menjadi bagian KPK. Tapi tawaran itu ditolak Novel.
Novel, menurut Muji, bersedia ditempatkan di BUMN dengan syarat masih menjadi pegawai KPK dan mendapat tugas yang masih terkait dengan pemberantasan korupsi. "Tapi yang diinginkan pimpinan KPK adalah menghilangkan status kepegawaian Novel di lembaga itu," tuturnya. "Kami menduga ada pihak-pihak internal yang tak senang Novel berada di KPK."
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan kabar bahwa pimpinan KPK memberi tawaran bekerja di BUMN untuk Novel. Opsi utamanya, kata dia, Novel akan dipindahkan ke BUMN dengan status nonaktif dari KPK. Selain itu, Novel diberi keleluasaan memilih BUMN. "Ini solusi terbaik," ujarnya.
Keesokan harinya, tiga pemimpin KPK menemui Badrodin Haiti di Markas Besar Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta. Kepada Badrodin, pimpinan KPK menyodorkan tawaran Novel tidak lagi di KPK jika penanganan kasusnya dihentikan. Badrodin menerima usul itu. Menurut seorang petinggi Kejaksaan Agung, Badrodin kemudian berkoordinasi dengan Jaksa Agung M. Prasetyo untuk menarik kasus tersebut. "Jaksa Agung memerintahkan Jampidum menarik berkas itu di pengadilan," katanya.
Badrodin membenarkan pertemuan Selasa dua pekan lalu itu. Tapi dia membantah ada tawar-menawar. "Penghentian perkara tidak ada syarat apa-apa. Kalau perkara mau dihentikan oleh Jaksa Agung, ya, silakan," ucapnya. Prasetyo enggan berkomentar soal ini. "Itu permasalahan internal mereka. Biar KPK yang menentukan," ujarnya. "Saya berfokus ke penyelesaian perkaranya."
Pelimpahan perkara Novel dan upaya mendepaknya dari KPK membuat sejumlah pegiat antikorupsi gerah. Mereka menuntut Presiden Joko Widodo turun tangan. Suara mereka direspons Jokowi. Kamis dua pekan lalu, dia memanggil M. Prasetyo dan Badrodin Haiti ke Istana Negara. Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi S.P., dalam pertemuan itu, Presiden meminta Kejaksaan menyelesaikan kasus Novel tanpa embel-embel apa pun. "Yang pasti, Presiden sudah menegaskan perintah menyelesaikan, tidak pakai apa-apa," kata Johan.
Sehari kemudian, Prasetyo menarik berkas Novel dari pengadilan Bengkulu. Seorang jaksa mengatakan Prasetyo sudah menyiapkan opsi penghentian perkara dengan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan. Skenarionya, berkas perkara Novel ditahan sampai melampaui tanggal kedaluwarsa. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, salah satu syarat surat ketetapan ini diterbitkan adalah kasus kedaluwarsa. Ditanya soal opsi ini, "Semua masih proses," ujar Prasetyo.
Turun tangannya Istana, menurut seorang petinggi KPK, membuat pimpinan komisi antikorupsi terbelah. Menurut dia, ada pemimpin KPK yang ingin tetap berpegang pada kesepakatan dengan kepolisian bahwa, setelah penanganan kasusnya dihentikan, Novel Baswedan tidak bekerja di KPK. Kubu lain meyakini Kejaksaan akan tetap menarik berkas setelah Prasetyo dipanggil Jokowi. Kubu ini menganggap kesepakatan Novel harus keluar dari KPK sudah tak berlaku.
Agus Rahardjo menyebutkan kesepakatan Novel keluar dari KPK tidak akan dijalankan. "KPK dukung Presiden selesaikan kasus tanpa embel-embel dan Novel tetap di KPK," katanya kepada Bagus Prasetyo dari Tempo. Sebaliknya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menilai opsi itu tidak otomatis hilang. "Pimpinan berharap penempatan pegawai KPK ke BUMN untuk menjadi agen perubahan," ujarnya.
Anton Aprianto, Itsman M.P., Reza Aditya, Vindry Florentin
Ujung Perkara Sarat Rekayasa
Kejaksaan Agung menarik berkas perkara penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, Jumat dua pekan lalu. Penarikan itu dilakukan setelah Presiden Joko Widodo turun tangan. Sempat muncul opsi dari pimpinan KPK agar Novel berhenti menjadi penyidik jika ingin penanganan kasusnya dihentikan.
2012
27 Juli
KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan alat uji surat izin mengemudi.
1 Oktober
Anggota Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Bengkulu, Brigadir Yogi Hariyanto, melaporkan Novel ke Polda Bengkulu. Tuduhannya melakukan penganiayaan berat yang menyebabkan kematian pada 2004 ketika Novel menjadi Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bengkulu.
5 Oktober
Polda Bengkulu, dibantu Polda Metro Jaya, hendak menangkap Novel di kantor KPK. Upaya ini gagal karena ratusan pegiat antikorupsi menjaga gedung KPK.
8 Oktober
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta penyidikan kasus Novel ditangguhkan karena waktu dan caranya tidak tepat.
2015
12 Januari
KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi.
26 Januari
Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri mengambil alih penyidikan kasus Novel.
17 Februari
Badan Reserse Kriminal menerbitkan surat perintah penyidikan lanjutan dengan sangkaan penganiayaan yang menyebabkan luka berat serta pemaksaan terhadap seseorang untuk memberi keterangan (Pasal 351 ayat 2 dan Pasal 422 jo Pasal 52 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
1 Mei
Penyidik Badan Reserse Kriminal menangkap Novel di rumahnya. Namun ia kemudian dilepaskan.
3 Desember
Badan Reserse Kriminal melimpahkan kasus Novel ke Kejaksaan Negeri Bengkulu.
17 Desember
Ombudsman RI melansir hasil investigasi penanganan kasus Novel yang dianggap sarat rekayasa dan manipulasi. Ombudsman mengirim hasil investigasi ini ke kejaksaan dan kepolisian.
2016
29 Januari
Kejaksaan Bengkulu melimpahkan kasus Novel ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Hari itu juga, lima hakim ditunjuk menjadi anggota majelis, yang dipimpin Diris Sinambela. Sidang perdana ditetapkan 16 Februari 2016.
1 Februari
Lima komisioner KPK menemui Jaksa Agung untuk meminta penghentian kasus Novel. Kejaksaan Agung menolak.
2 Februari
Pimpinan KPK menemui Kepala Kepolisian RI Badrodin Haiti untuk membahas kasus Novel. Lahir kesepakatan, Novel mesti berhenti dari KPK jika ingin kasusnya disetop.
4 Februari
Presiden Jokowi memanggil Kepala Polri dan Jaksa Agung untuk meminta kasus Novel diselesaikan.
5 Februari
Kejaksaan menarik berkas kasus Novel dari pengadilan.
Temuan Rekayasa
Hasil investigasi Ombudsman mengungkap kejanggalan dan rekayasa pengusutan kasus Novel.
Pelapor tidak memenuhi syarat karena tidak sesuai dengan kualifikasi laporan polisi model A: mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
Fakta: Pelapor, Yogi Hariyanto, tidak mengalami langsung kejadian.
Rekayasa surat pengambilan proyektil di kaki Irwansyah Siregar, pelaku pencurian sarang burung walet, di Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Jakarta Timur.
Fakta: Pengambilan peluru dilakukan di Rumah Sakit Jitra Bhayangkara, Bengkulu.
Rekayasa berita acara laboratoris kriminalistik.
Fakta: Pemeriksaan barang bukti tidak disertai sketsa tempat kejadian perkara sebagai syarat teknis.
Penggeledahan rumah, termasuk penyitaan barang milik Novel, pada 1 Mei 2015 janggal dan tak sesuai dengan prosedur.
Fakta: Badan Reserse Kriminal tidak mengantongi izin dari pengadilan.
Alat bukti tidak relevan.
Fakta: Hasil visum atas nama Rahmat, orang yang sama sekali tidak berkaitan dengan kasus yang dituduhkan ke Novel.
Penyidik Perkara Kakap
Novel Baswedan beberapa kali menangani kasus korupsi yang melibatkan politikus sampai petinggi polisi.
1. Korupsi Simulator SIM
Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat uji surat izin mengemudi pada 2011 ini melibatkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Djoko belakangan dihukum 18 tahun penjara. Novel juga memimpin penggeledahan kantor Korlantas Polri di Cawang, Jakarta Timur, pada 30 Juli 2012.
2. Suap Bupati Buol
Kasus suap Rp 3 miliar untuk Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu, ini menyeret pengusaha sekaligus anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya. Belakangan, Hartati dihukum 2 tahun 8 bulan penjara.
3. Suap Cek Pelawat
Kasus suap ini melibatkan puluhan anggota Komisi Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Juga bekas Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom dan istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun, Nunun Nurbaeti. Mereka sudah dihukum 2-5 tahun penjara.
4. Suap Proyek Wisma Atlet
Kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, pada 2011 ini menjerat M. Nazaruddin, yang saat itu menjadi anggota DPR dan Bendahara Umum Partai Demokrat. Novel ikut dalam tim penjemputan Nazaruddin di Kolombia. Dalam kasus ini, Nazaruddin divonis 7 tahun penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo